REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jumlah migran yang ditemui di perbatasan selatan turun 50 persen selama tiga hari terakhir dibandingkan dengan hari-hari menjelang berakhirnya peraturan utama era pandemi. Asisten Sekretaris untuk Kebijakan Perbatasan dan Imigrasi di Departemen Keamanan Dalam Negeri, Blas Nunez-Neto pada Senin (15/5/2023) mengatakan, sejumlah besar migran masih berada dalam tahanan AS, kendati jumlahnya turun secara signifikan sejak pekan lalu.
Kemampuan Patroli Perbatasan AS untuk menahan migran telah menjadi perhatian utama karena semakin banyak migran yang datang ke perbatasan pada hari-hari menjelang berakhirnya pembatasan imigrasi terkait pandemi, yang disebut sebagai Title 42. Administrasi menghadapi tuntutan hukum yang ditujukan membatasi kemampuannya untuk membebaskan migran dari tahanan bahkan ketika fasilitas melebihi kapasitas.
Pekan lalu, lebih dari 27.000 migran ditahan di sepanjang perbatasan. Nunez-Neto mengatakan, petugas perbatasan menghadapi kurang dari 5.000 orang per hari sejak Title 42 berakhir pada Kamis (11/5/2023) tengah malam dan tindakan penegakan hukum baru AS mulai berlaku pada Jumat (12/5/2023). Namun dia tidak memberikan angka pastinya.
“Masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan tegas. Kami mengamati dengan cermat apa yang terjadi. Kami yakin bahwa rencana yang telah kami kembangkan di seluruh pemerintahan AS untuk mengatasi arus ini akan berhasil seiring berjalannya waktu,” kata Nunez-Neto.
Nunez-Neto memuji perencanaan AS serta tindakan penegakan yang dilakukan Meksiko dan Guatemala dalam beberapa hari terakhir di sepanjang perbatasan selatan. Namun dia tidak memberikan perincian tentang apa yang dilakukan kedua negara itu.
Kepala Patroli Perbatasan AS, Raul Ortiz, mengatakan, agennya telah menangkap 14.752 orang selama 72 jam terakhir, yang rata-rata mencapai 4.917 per hari.
Angka yang diberikan pada Senin juga jauh di bawah 10.000 ketimbang pekan lalu karena para migran bergegas masuk sebelum kebijakan baru untuk membatasi suaka mulai berlaku.
Title 42 memungkinkan pejabat AS untuk segera mengusir migran tanpa membiarkan mereka mencari suaka, tetapi juga tidak membawa konsekuensi bagi mereka yang memasuki negara itu. Menjelang berakhirnya kebijakan Title 42, AS memperkenalkan tindakan penegakan hukum yang keras untuk mencegah migran yang baru tiba di perbatasan.
Hal ini mendorong mereka untuk menggunakan salah satu jalur yang telah dibuat AS untuk memfasilitasi migrasi. Banyak migran yang khawatir bahwa tindakan penegakan hukum yang keras ini berlaku sebelum Title 42 dicabut.
Sejak 2021 AS sering membebaskan migran dari tahanan dengan instruksi untuk melapor ke kantor imigrasi dalam 60 hari. Ini adalah proses yang hanya memakan waktu 20 menit, tapi kritikus mengatakan, langkah itu tidak menawarkan pengawasan yang cukup.
Pada Kamis, pengadilan Florida untuk sementara menghentikan proses tersebut, menyusul laporan berita bahwa pemerintah menggunakannya untuk mengurangi kepadatan di fasilitas Patroli Perbatasan. Administrasi mengajukan banding atas keputusan itu.
Dalam keputusan awal pada Senin, hakim mempersempit perintah tersebut sehingga hanya berlaku untuk migran yang berencana untuk tinggal di Florida sampai sidang pengadilan mereka.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS dalam pengajuan pengadilan mengatakan, mereka telah membebaskan 6.413 orang di bawah kebijakan pembebasan yang lebih cepat sebelum perintah hakim. Dalam pengajuan pengadilan minggu lalu, otoritas AS mengatakan, mereka tidak dapat memperkirakan berapa banyak orang yang akan melintasi perbatasan.
Wakil Kepala Patroli Perbatasan, Matthew Hudak, mengatakan pihak berwenang memperkirakan penangkapan akan melonjak antara 12.000 dan 14.000 sehari. Hudak juga mencatat bahwa laporan intelijen gagal dengan cepat menandai gelombang tunggal dari 18.000 migran yang sebagian besar berasal dari Haiti di Del Rio, Texas pada September 2021.