REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ketua komite yang meninjau tanggap darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Professor Walid Ammar mengatakan banyak kedaruratan medis di seluruh dunia mulai dari Covid-19 sampai kolera membuat WHO 'kewalahan'. Hal ini ia sampaikan dalam pertemuan tahunan WHO.
Ia mengatakan kesenjangan antara dana dan staf semakin melebar dalam menghadapi tingginya tuntutan. "Program-program kewalahan karena tuntutan kedaruratan terus bertambah banyak dan kompleks," kata Ammar, Selasa (25/5/2023).
Dalam laporan komite hingga Maret tahun ini WHO telah menanggapi 53 kedaruratan tingkat tinggi. Termasuk Covid-19, kolera dan wabah Marburg di Guinea Khatulistiwa dan Tanzania.
WHO juga menanggapi kedaruratan kemanusiaan seperti gempa bumi di Turki dan Suriah serta banjir Pakistan. Dalam laporannya komite juga mencatat perubahan iklim meningkatkan frekuensi bencana alam seperti banjir dan angin topan yang menimbulkan masalah kesehatan.
Namun anggaran inti program kedaruratan 2022-2023 hanya didanai 53 persen. Komite mendorong agar pendanaan lebih stabil.
WHO dan negara anggota mencoba mereformasi bagaimana lembaga internasional itu dan negara-negara merespon kedaruratan kesehatan serta menopang anggaran WHO.
Pada Senin (22/5/2023) lalu negara anggota menyetujui anggaran baru termasuk menaikan iuran wajib sebesar 20 persen. Laporan itu juga mendesak agar WHO lebih efisien: contohnya di Malawi, di mana empat tim kedaruratan merespon kolera, Covid-19, polio dan banjir, dan cara bagaimana mereka tidak tumpang tindih.