REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, pendapatan industri asuransi jiwa mencapai Rp 54,36 triliun pada kuartal I 2023, turun 12,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 62,27 triliun.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan tren penurunan pendapatan industri asuransi jiwa disebabkan oleh turunnya pendapatan premi. Sementara pendapatan premi berkontribusi sebesar 83,9 persen terhadap total pendapatan industri asuransi jiwa.
"Bobot pendapatan premi sebesar 83,9 persen dari total pendapatan industri asuransi jiwa, sehingga ketika 83,9 persen itu kontribusinya turun, otomatis pendapatannya juga turun," kata Budi saat konferensi pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa Kuartal I-2023 di Jakarta, Rabu (24/5/2023).
Total pendapatan premi tercatat sebesar Rp 45,6 triliun pada kuartal I 2023, turun 6,9 persen dibandingkan periode tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 48,99 triliun. Meski begitu, ungkap Budi, pendapatan premi secara weighted mengalami pertumbuhan 2 persen yoy, dari Rp 27,55 triliun pada kuartal I 2022 menjadi Rp 28,1 triliun pada kuartal I 2023.
Budi menanggapi tren penurunan premi dengan optimistis. Ia berpendapat tertekannya premi mengindikasikan target pasar industri asuransi jiwa makin meluas.
"Produk yang dipasarkan belakangan ini juga sudah diminati oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah. Artinya, mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan perlindungan dengan premi yang lebih kecil. Itu adalah hal yang positif dan menjadi peluang bagi kami untuk membuat produk yang lebih luas lagi untuk masyarakat," jelas Budi.
AAJI mencatat proporsi produk asuransi jiwa tradisional sedikit lebih rendah dibandingkan dengan produk asuransi yang dikaitkan dengan asuransi (PAYDI) atau unit link, yakni sebesar 49,6 persen.
Sementara dari segi pendapatan, produk asuransi jiwa tradisional mengalami pertumbuhan sebesar 13,5 persen yoy menjadi Rp 22,62 triliun dari sebelumnya Rp 19,92 triliun. Sedangkan produk unit link terkontraksi sebesar 20,9 persen yoy, dari Rp 29,07 triliun pada kuartal I 2022 menjadi Rp 22,98 triliun pada kuartal I 2023.
Dari segi tipe pembayaran, 57,4 persen total pendapatan premi berasal dari premi reguler dan 42,6 persen sisanya berasal dari premi tunggal. Premi reguler tumbuh sebesar 4 persen menjadi Rp 26,16 triliun dari Rp 25,16 triliun. Sementara premi tunggal turun 18,4 persen menjadi Rp19,45 triliun dari Rp 23,83 triliun.