Sabtu 27 May 2023 07:45 WIB

Tak Mau Bayar Utang, Apa Hukumnya dalam Islam?

Dalam Islam, tak bayar utang sama saja seperti makan harta orang lain secara batil.

Rep: Desy Susilawati/Andrian Saputra/Imas Damayanti/ Red: Qommarria Rostanti
Seseorang berutang (ilustrasi). Islam tidak melarang perkara utang-piutang, namun mengaturnya agar umat Muslim tidak salah arah dalam memahami perkara tersebut.
Foto: Republika/Musiron
Seseorang berutang (ilustrasi). Islam tidak melarang perkara utang-piutang, namun mengaturnya agar umat Muslim tidak salah arah dalam memahami perkara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah utang piutang uang kerap terjadi di masyarakat. Biasanya ini terjadi antarteman, kerabat, dan tetangga. Sayangnya, terkadang orang yang berutang ingkar janji untuk membayar dari kesepakatan awal. Bagaimana hukumnya dalam Islam jika kondisinya seperti ini?

Islam tidak melarang perkara utang-piutang, namun mengaturnya agar umat Muslim tidak salah arah dalam memahami perkara tersebut. Ajaran Islam memperbolehkan seorang Muslim berutang kepada orang lain. Akan tetapi, proses utang harus sesuai syariat Islam dan tidak boleh ada riba di dalamnya. Orang yang berutang pun harus bertanggungjawab dan menepati janji yang disepakati untuk mengembalikan utangnya. 

Baca Juga

Tidak boleh seorang Muslim melarikan diri dengan maksud tidak membayar utang. Perbuatan demikian sama artinya orang yang berutang telah memakan harta orang lain secara batil.  

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad ﷺ: 

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  مَنْ أَخَذَأَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ اِتْلَا فَهَاأَتْلَفَهُ اللَّهُ.

Rasulullah ﷺ bersabda: Barangsiapa mengambil harta orang dengan tujuan ingin merusak (tidak mau membayar), niscaya Allah akan merusaknya.” (HR. Bukhari).

Ini diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 188:

 وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِ‌يقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Alquran surah al-Baqarah ayat 188). 

Dalam buku Harta Nabi karya Abdul Fattah As-Samman dijelaskan, Nabi Muhammad tidak sedang meninggalkan utang ketika wafat. Meski dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasululllah SAW pernah berutang. Diceritakan pula bagaimana Rasulullah SAW pernah berutang tepung dari gandum sebelum meninggal.

Meski pembayaran tepung gandum itu ditangguhkan Nabi, Nabi menyerahkan baju besi sebagai jaminannya. Kemudian beliau meninggal sebelum masa jatuh temponya tiba. Hadits yang dikeluarkan tentang peristiwa ini yaitu gadai zirah, kemudian menyifatinya sebagai utang adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Dari Anas bin Maik dan Aisyah diriwayatkan: "Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan. Lalu beliau meminjamkan (gadai). baju besi beliau kepadanya,".

Hadits lainnya yang diriwayatkan Aisyah berbunyi: "Sesungguhnya Rasulullah pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran yang ditangguhkan sampai setahun, kemudian beliau menggadaikan baju besi beliau (sebagai jaminan) kepadanya,". 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement