REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mendesak Bareskrim Polri meningkatkan penyelidikan kekerasan rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan mantan anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf (BY) terhadap istri keduanya, M ke penyidikan.
Ketua Subkom Pemantauan Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan, agar tim penyidikan Subdit V Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri menggunakan Undang-Undang (UU) Penghapusan KDRT dalam konstruksi hukum pengungkapan kasus yang menjerat BY.
Gara-gara kasus itu, kini BY mundur dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). "Kami berharap pihak kepolisian dapat memproses kasus ini secepatnya dan agar kasus ini diproses secara transparan," kata Bahrul kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (2/6/2023).
Baca: Kuasa Hukum Politikus PKS: BY Ceraikan Istri Kedua karena Sering Bertengkar
Menurut dia, Komnas Perempuan menjanjikan tetap melakukan pemantauan untuk arah maju penegakan hukum kasus tersebut. Proses hukum terkait kasus itu adalah untuk memberikan rasa adil bagi korban M. "Dan agar Polri berpihak atas apa yang dialami oleh korban, dengan mempertimbangkan kerentanan yang berlapis yang dialami oleh korban," ucap Bahrul.
Komnas Perempuan juga sudah memberikan surat rekomendasi kepada Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, agar penanganan kasus tersebut tetap dilanjutkan sampai pada proses hukum ke pendakwaan, serta penuntutan di persidangan umum. "Yaitu dengan penerapan UU Penghapusan KDRT," kata Bahrul.
Juga, dengan permintaan agar penyidik Bareskrim Polri melibatkan peran serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta tim penampingan hukum yang mumpuni untuk terlibat aktif dalam pengungkapan kasus KDRT tersebut. Informasi yang diterima Republika.co.id, surat rekomendasi yang dikirimkan Komnas Perempuan kepada Kepala Bareskrim Polri bertanggal 30 Mei 2023.
Isinya lima lembar halaman. Komnas Perempuan mengatakan, sudah menerima pelaporan dugaan KDRT yang diduga dilakukan BY terhadap M sebagai istri keduanya. Dalam surat rekomendasi tersebut Komnas Perempuan, juga membeberkan kronologi awal pertemuan M dengan BY sejak Desember 2021.
Baca: LPSK Tangani Korban KDRT dan Penyimpangan Seksual Anggota Komisi VIII DPR
Dari mulai pertemuan keduanya di salah satu kampus swasta ternama di Jakarta. "Bahwa M dan BY saling bertukar telepon. Dan sejak 3 Januari 2022, BY kerap mengirimkan pesan secara intens, dan mesra kepada M setiap tengah malam," begitu rekomendasi Komnas Perempuan yang diterima Republika.co.id melalui penyidik di kepolisian.
Pada 31 Januari 2022, disebutkan BY memberikan uang Rp 185 juta kepada korban. "Untuk modal usaha pertokoan pakaian," begitu disebutkan. Dan pada 16 Februari 2022, BY meminta agar M mencarikan agen travel umroh untuk anggota Komisi VIII DPR.
Dan keduanya sepakat untuk berjumpa di salah satu hotel di kawasan Jakarta Selatan (Jaksel) pada 18 Februari 2022. Pada hari itu, BY menjanjikan perkenalan M dengan RDK yang merupakan istri pertamanya. Rencana perkenalan tersebut rencananya dilakukan di salah satu kamar hotel tersebut.
Namun rencana perkenalan itu adalah pengelabuan. BY disebutkan malah melakukan persetubuhan paksa terhadap M di kamar tersebut. "Lalu mengajak M ke kamar BY dengan alasan memperkenalkan dengan istrinya (RDK). M mengikuti BY. Sesampainya di kamar, M tidak menemukan isteri BY," demikian keterangan kronologi yang ada di penyidik.
Berikutnya, BY merayu dan memaksa M untuk melakukan hubungan seksual. "Karena tidak berdaya untuk melawan, BY lalu memperkosa M. M pada saat itu tidak berteriak karena BY mengancam melaporkan M ke polisi karena telah menerima uang Rp 185 juta," begitu disebutkan.