REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, masih sangat minim sekali terkait edukasi menyoal kehalalan makanan. Seperti ditemukannya beberapa restoran dengan menu masakan nusantara, namun ternyata menggunakan bahan-bahan haram.
Hal tersebut diungkapkan oleh pegiat gaya hidup halal, Dian Widayanti. “Sekarang restoran-restoran terkini sudah banyak tuh yang nambahin angciu,” ungkapnya dalam peluncuran aplikasi Momasa di Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2023).
Ia bercerita tentang pengalamannya saat sedang berjalan-jalan ke daerah Bogor, Jawa Barat. Ketika sedang mencari restoran dengan menu masakan khas Sunda, ia menelepon terlebih dulu restoran tersebut serta menanyakan status kehalalannya.
“Saya pernah jalan-jalan ke Bogor, ke restoran Sunda, lalu saya telepon, ‘Di sini sudah halal atau belum ya’. Mereka bilang halal. Lalu saya minta tolong untuk tanya ke kitchen apakah mereka pakai angciu, dan dijawab ternyata pakai angciu. Mereka main bilang halal halal saja,” kata Dian.
Angciu sendiri sudah dinyatakan haram dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Angciu biasa ditemukan dalam masakan cina bakmi, mie goreng, nasi goreng, marinasi daging, tumis-tumisan seafood atau sayur, serta untuk olesan bakar-bakaran.
Pada dasarnya, menu masakan khas Sunda sebenarnya halal, tetapi jika ditambahkan bahan yang tidak halal seperti angciu maka makanan tersebut dinyatakan haram. Masih banyak masyarakat yang minim edukasi terkait status halal ini.
Bahkan, sering kali nasi goreng atau masakan seafood pinggir jalan juga menggunakan angciu. Untuk memastikan kehalalannya, Dian menyarankan untuk bertanya terlebih dahulu pada pembuatnya agar makanan yang dimakan aman.
Selain itu, restoran yang menyantumkan No Pork No Lard, ini belum tentu halal. “Padahal kalau kita ngomongin halal itu lebih luas lagi, apalagi makanan-makanan yang datang dari luar negeri,” papar dia.
Sekarang sudah banyak tersebar restoran Jepang, China, Thailand, Korea, dan sebagainya. Bahan-bahan yang datang langsung dari negara asalnya, biasanya dari resepnya saja sudah tidak halal. Jadi sebaiknya ketika masuk ke Indonesia, harus ada resep yang disubstitusi.
“Karena misalnya masakan Jepang itu aslinya pakai mirin, sake, dan segala macam. Kalo di China biasanya pakai arak masak atau angciu. Kalau korea gochujjang-nya juga ditambahkan alkohol. Itu harus ada substitusinya,” ungkap Dian yang juga menjadi duta produk Momasa itu.