REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—Tren peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor di Jawa Tengah harus diimbangi dengan optimalisasi pendapatan daerah, dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Untuk itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah harus memiliki strategi yang tepat dalam upaya mengoptimalkan pendapatan sektor pajak yang dipungut dari para pemilik kendaraan bermotor ini.
“Apalagi, PKB—selama ini—menjadi salah satu tumpuan fiskal Jawa Tengah,” ungkap Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, Agung Budi Margono, di Semarang, Jumat (9/6).
Agung menyebutkan, tren kepemilikan kendaraan bermotor di Jawa Tengah dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami peningkatan. Baik sepeda motor, kendaraan pribadi, bahkan kendaraan besar seperti bus dan truk semua mengalami peningkatan jumlah kepemilikannya.
“Seiring dengan peningkatan ini, jalan raya di Jawa Tengah juga terus mengalami peningkatan beban yang pada akhirnya juga memiliki konsekuensi dalam pemeliharaannya agar tidak cepat rusak,” jelasnya.
Upaya melalui pengenaan pajak progresif, kata anggota Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah ini, menjadi salah satu upaya dan strategi yang tepat untuk mengoptimalkan pendapatan dari sektor PKB.
Namun presentase pajak progresif dari kepemilikan kedua, ketiga dan selanjutnya perlu diperhitungkan secara cermat dan proporsional agar tidak terlalu kecil sekaligus untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh warga Jawa Tengah.
Pada Tahun 2023 ini, masih jelas Agung, target PKB Jawa Tengah masih mencapai 39,03 persen dari total target PAD yang direncanakan. Maka upaya dan langkah- langkah untuk memperluas dan mengoptimalkan sasaran pajak harus diupayakan.
“Sehingga akan terwujud peningkatan pendapatan dari sektor PKB agar kemapuan fiskal daerah juga meningkat sekaligus juga mendukung kemandirian daerah,” jelasnya.
Di lain pihak—politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Tengah ini—juga menyampaikan, Jawa Tengah juga masih mengandalakan PAD yang bersumber dari sektor retribusi.
Namun demikian retribusi yang bersumber dari jasa pelayanan umum selayaknya tidak perlu menjadi andalan. Karena jasa pelayanan umum seperti pelayanan kesehatan atau pelayanan kebersihan sebenarnya merupakan hak dasar warga negara.
“Kalaupun masih menjadi sumber pendapatan, maka mekanisme pengawasan harus diatur secara ketat dan trenaparan,” jelasnya.