Selasa 13 Jun 2023 12:04 WIB

UII Beri Masukan MK Soal Sistem Pemilu

SHK FH UII mendesak MK untuk menolak Perkara Nomor 114/PUU/XX/2022.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Suasana kampus UII Yogyakarta.
Foto: Yusuf Assidiq
Suasana kampus UII Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Rektorat Universitas Islam Indonesia (UII), bersama dengan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII (HTN FH UII), dan Pusat Studi Hukum Konstitusi FH UII (PSHK FH UII) menyoroti soal agenda Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengucapan putusan Perkara Nomor 114/PUU/XX/2022 tentang sistem Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Rektor UII, Fathul Wahid, berharap MK menolak gugatan tersebut.

"Sebagai pengawal demokrasi (the guardians of democracy), MK sudah selayaknya dan seharusnya menolak permohonan pengubahan sistem Pemilu dari terbuka menjadi tertutup tersebut dan  mempertahankan sistem Pemilu terbuka," kata Fathul dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/6/2023).

Menurut Fathul, hal tersebut selaras dan konsisten dengan Putusan MK Nomor 22/PUU/IV/2008 terdahulu yang menegaskan bahwa dasar penetapan calon terpilih berdasarkan calon yang mendapatkan suara terbanyak secara berurutan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang ditetapkan hanya di internal Partai Politik (Parpol). Selain itu, menurutnya sistem Pemilu terbuka juga memastikan bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat dan pemeliharaan iklim demokrasi terus berjalan dengan baik di Indonesia karena akan menjamin bahwa calon wakil rakyat yang terpilih adalah benar-benar pilihan rakyat sendiri dan bukan hanya pilihan Parpol.

"Sistem Pemilu terbuka akan memperkuat partisipasi dan kontrol publik terhadap wakil rakyat yang akan duduk di parlemen. Partisipasi dan kontrol publik ini berangkat dari hubungan antara wakil rakyat dan konstituennya yang merupakan ciri pelaksanaan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan saluran kepada warga negara untuk berhubungan langsung dengan sumber kewenangan dan kekuasaan politik," ucapnya.