Selasa 13 Jun 2023 18:39 WIB

Soal Putusan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Ini Sikap Resmi Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah

Muhammadiyah meminta pemerintah menjalankan proses seleksi pimpinan KPK.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo (dari kiri ke kanan), Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM Totok Dwi Diantoro, dan Wakil Ketua MHH PP Muhammadiyah Rahmat Muhajir Nugroho menyampaikan paparan terkait perpanjangan masa jabatan ketua KPK di Gedung PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (12/6/2023). MHH PP Muhammadiyah menolak hasil putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan ketua KPK. Dan meminta pemerintah untuk melanjutkan proses seleksi pimpinan KPK 2023-2027.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo (dari kiri ke kanan), Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM Totok Dwi Diantoro, dan Wakil Ketua MHH PP Muhammadiyah Rahmat Muhajir Nugroho menyampaikan paparan terkait perpanjangan masa jabatan ketua KPK di Gedung PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (12/6/2023). MHH PP Muhammadiyah menolak hasil putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan ketua KPK. Dan meminta pemerintah untuk melanjutkan proses seleksi pimpinan KPK 2023-2027.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menyampaikan pernyataan sikapnya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022 tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Muhammadiyah meminta pemerintah menjalankan proses seleksi sebagai bagian dari ketentuan UU KPK dan Putusan MK Nomor 112 yang menentukan pemohon bernama Nurul Ghufron dapat mengikuti proses seleksi pada usia 49 tahun.

"Jika seleksi tidak dijalankan maka Putusan MK 112 tidak akan pernah dapat dilaksanakan sampai kapanpun karena pengecualian diberikan kepada Nurul yang telah berusia 49 tahun, bukan kepada Nurul yang berusia 50 tahun," kata Ketua  Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (13/6/2023).

Baca Juga

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga meminta Mahkamah Kehormatan MK untuk menyidangkan potensi pelanggaran etik. Sebab, sebagian besar hakim dinilai telah melanggar prinsip integritas hakim konstitusi karena mengubah cara berpikir hukumnya untuk kepentingan tertentu.

Trisno juga meminta kepada publik untuk terus mengawasi mengingat MK merupakan tempat perlindungan hak konstitusional warga negara bukan untuk segelintir orang. "Apabila Presiden tidak melaksanakan proses seleksi pimpinan KPK maka terbuka ruang Keputusan Presiden memerpanjang masa jabatan pimpinan KPK untuk digugat ke pengadilan tata usaha negara," ujarnya.

Dalam kajiannya, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menilai MK berbeda dengan Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutuskan perkara-perkara konkret, individual, dan final. Mahkamah menguji konstitusional sebuah undang-undang yang berlaku untuk semua orang (erga omnes). Namun dalam perkara Nomor 112, MK dinilai hanya membuka hak untuk satu orang pemohon saja.

"Dengan mengubah syarat pimpinan KPK harus berumur paling rendah 50 tahun menjadi harus berumur 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK maka MK hanya membuka ruang berlakunya ketentuan itu untuk Nurul saja yang belum berusia 50 tahun dan telah berpengalaman menjadi pimpinan KPK," kata Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Rahmat Muhajir Nugroho.

Menurut Rahmat pasal tersebut tidak mungkin diperuntukan selain kepada Nurul, sebab seluruh pimpinan KPK yang lain dan orang-orang yang akan mendaftar telah berumur 50 Tahun. Satu-satunya orang yang akan berpengalaman jadi pimpinan KPK dan belum 50 tahun hanya Nurul saja.

"Jadi Putusan ini terang benderang membuka jalan kepada Nurul Gufron untuk maju menjadi pimpinan KPK kembali. Dengan demikian putusan ini tidak berbicara hak konstitusional setiap warga negara untuk memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana dilindungi Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 tapi putusan diskriminasi yang diperuntukan untuk Nurul saja agar tetap bisa mengikuti proses seleksi pimpinan KPK," tegasnya.

Karena itu menurut Rahmat putusan tersebut tidak menghendaki penundaan seleksi pimpinan KPK. Sebab jika seleksi panitia seleksi tidak kunjung dibentuk dan seleksi ditunda, maka frasa pemberian hak khusus kepada Nurul Ghufron akan sia-sia dan tidak pernah bisa diterapkan, sebab jika perpanjangan masa jabatan 1 Tahun dilakukan maka Nurul telah berusia 50 Tahun.

"Lalu untuk siapa frasa berpengalaman yang ditentukan melalui putusan MK tersebut," ucap Rahmat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement