REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menyampaikan pernyataan sikapnya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022 tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Muhammadiyah meminta pemerintah menjalankan proses seleksi sebagai bagian dari ketentuan UU KPK dan Putusan MK Nomor 112 yang menentukan pemohon bernama Nurul Ghufron dapat mengikuti proses seleksi pada usia 49 tahun.
"Jika seleksi tidak dijalankan maka Putusan MK 112 tidak akan pernah dapat dilaksanakan sampai kapanpun karena pengecualian diberikan kepada Nurul yang telah berusia 49 tahun, bukan kepada Nurul yang berusia 50 tahun," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (13/6/2023).
Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga meminta Mahkamah Kehormatan MK untuk menyidangkan potensi pelanggaran etik. Sebab, sebagian besar hakim dinilai telah melanggar prinsip integritas hakim konstitusi karena mengubah cara berpikir hukumnya untuk kepentingan tertentu.
Trisno juga meminta kepada publik untuk terus mengawasi mengingat MK merupakan tempat perlindungan hak konstitusional warga negara bukan untuk segelintir orang. "Apabila Presiden tidak melaksanakan proses seleksi pimpinan KPK maka terbuka ruang Keputusan Presiden memerpanjang masa jabatan pimpinan KPK untuk digugat ke pengadilan tata usaha negara," ujarnya.