Jumat 16 Jun 2023 07:51 WIB

Minyak Naik di Tengah Prospek Permintaan yang Kuat Tapi Dolar AS Melemah

Meningkatnya sentimen risiko di pasar dan jatuhnya dolar AS naikan harga minyak.

Red: Lida Puspaningtyas
Pekerja melakukan pengecekan pompa angguk yang beroperasi di Lapangan Duri. Harga minyak dunia naik karena sentimen risiko pasar dan jatuhnya dolar AS.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pekerja melakukan pengecekan pompa angguk yang beroperasi di Lapangan Duri. Harga minyak dunia naik karena sentimen risiko pasar dan jatuhnya dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Harga minyak membukukan kenaikan tajam ke level tertinggi satu minggu pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), berkat harapan permintaan minyak yang kuat di tengah lonjakan kilang yang beroperasi di importir minyak mentah utama China dan anjloknya dolar AS.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli terangkat 2,35 dolar AS atau 3,44 persen, menjadi menetap di 70,62 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus bertambah 2,47 dolar AS atau 3,37 persen, menjadi ditutup pada 75,67 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Baca Juga

Itu merupakan penutupan tertinggi untuk Brent dan WTI sejak 8 Juni.

Amerika Serikat mencatat 686,6 miliar dolar AS penjualan ritel dan jasa makanan pada Mei, naik 0,3 persen bulan ke bulan, menurut data yang dikeluarkan oleh Biro Sensus AS pada Kamis (15/6/2023).

Pertumbuhan penjualan ritel dan jasa makanan yang lebih tinggi dari perkiraan pada Mei menawarkan harapan akan permintaan minyak yang kuat di Amerika Serikat.

Sementara itu, throughput (tingkat pengolahan) minyak mentah China pada Mei melonjak 15,4 persen secara tahun ke tahun mencapai 62 juta ton, menurut data yang dikeluarkan oleh Biro Statistik Nasional China pada Kamis (15/6/2023).

Permintaan minyak China diperkirakan akan terus meningkat pada tingkat yang pasti selama paruh kedua tahun ini, kata kepala eksekutif Kuwait Petroleum Corp.

"Jumlah kilang China mendorong reli harga minyak. Kemudian, tentu saja, Anda memiliki situasi makro dengan dolar (AS) turun sebagian karena jeda Federal Reserve AS dalam menaikkan suku bunga, sementara di Eropa mereka masih menaikkan suku bunga," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group.

Minyak mungkin menemukan beberapa dukungan karena para pedagang energi memperkirakan pemulihan China akan membaik dan karena Wall Street meragukan Ketua Federal Reserve Jerome Powell akan mampu menyampaikan ancaman hawkish-nya, kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, pemasok layanan perdagangan daring multi-aset.

Selain itu, meningkatnya sentimen risiko di pasar dan jatuhnya dolar AS memberikan dukungan tambahan untuk harga minyak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement