Selasa 27 Jun 2023 04:33 WIB

Kurangi Garam, Ini Penggganti yang Tepat

Batas harian konsumsi sodium oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 2.000 mg.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Natalia Endah Hapsari
Kelebihan konsumsi garam bisa memicu berbagai penyakit seperti kardiovaskular, stroke, dan lainnya. (Ilustrasi)
Foto: Pixabay
Kelebihan konsumsi garam bisa memicu berbagai penyakit seperti kardiovaskular, stroke, dan lainnya. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Beberapa waktu lalu pemerintah Singapura mendorong warganya beralih dari garam biasa ke alternatifnya yang rendah sodium. Dilansir dari Channel News Asia (CNA), warga Singapura mengonsumsi rata-rata 3.600 mg sodium. Padahal, batas harian konsumsi sodium oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 2.000 mg.

Survei Kesehatan Penduduk Nasional Singapura pada 2020 mengatakan hal ini menjadi faktor utama penyakit kardiovaskular, strok, dan lainnya. Tren ini juga berlaku untuk semua kelompok usia, jenis kelamin, dan etnis.

Baca Juga

Sama dengan Singapura, Indonesia juga menerapkan batas atas konsumsi sodium pada 2.000 mg per hari. Batas ini diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Konsumsi sodium di Indonesia juga semakin meningkat dan tentunya menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Apakah garam alami yang lainnya lebih sehat?

Garam merah muda Himalaya, garam kosher, atau garam laut menjadi beberapa merek garam alami yang menjadi pilihan masyarakat karena dugaan manfaat kesehatannya. Nyatanya, garam jenis ini tidak mempunyai perbedaan kandungan nutrisi yang signifikan dibanding garam meja biasa. Padahal, harganya sangat mahal dibandingkan dengan garam pada umumnya.

Diketahui bahwa garam merah muda Himalaya mengandung lebih banyak potasium dibandingkan dengan garam meja. Garam kosher mirip dengan garam meja dan tidak mengandung jejak mineral atau yodium.

“Keberadaan mineral ini sangat kecil dan tidak menambah banyak nilai gizi. Lebih baik mendapatkan mineral ini dari makanan sehat lainnya untuk manfaat kesehatan yang lebih nyata," ujar Carolyn Stephen, seorang ahli gizi senior di Singapore Polytechnic's Food Innovation and Resource Centre dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (27/6/2023).

Apakah monosodium glutamat (MSG) bisa menjadi alternatif pengganti garam?

MSG hanya mengandung sekitar 12 persen natrium daripada garam biasanya. Walaupun begitu, rasa umami dan asin bisa lebih terasa ketika menggunakan MSG daripada garam. Penelitian terbaru juga membuktikan MSG bisa jadi pengganti garam dalam makanan kemasan seperti camilan atau sup. Dengan MSG, kandungan natrium bisa berkurang hingga 30 persen sampai 50 persen.

MSG ditemukan di berbagai bahan makanan alami seperti tomat, jamur, dan bawang. Namun MSG ternyata bisa diproduksi oleh manusia tanpa didapatkan dari makanan.

Bagaimana cara memastikan makanan enak jika menggunakan lebih sedikit garam atau beralih ke alternatif rendah sodium?

Presiden Asosiasi Nutrisi dan Diet Singapura, Dr Kalpana Bhaskaran mengatakan bahwa substitusi garam dengan varian rendah sodium tidak akan terlalu mengorbankan rasa. Bahkan, penelitian terbaru membuktikan orang yang diet asupan sodium akan lebih suka makanan yang rendah garam.

Menariknya, hanya dibutuhkan dua hingga tiga minggu untuk menyesuaikan makanan yang rendah garam. Penggunaan bumbu, rempah segar, jeruk, cuka, dan lain-lain bisa digunakan untuk meningkatkan rasa. Selain itu, bawang merah, bawang putih, jahe, dan rempah-rempah seperti kunyit, merica, dan cabai juga dapat menonjolkan rasa dan aroma sehingga membuat makanan lebih nikmat tanpa perlu tambahan garam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement