REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR merumuskan dana desa yang tengah disusun dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satunya adalah usulan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) nomor 561, yang mengatur bahwa dana desa sebesar Rp 2 miliar dari dana transfer daerah.
Awalnya, alokasi dana desa adalah sebesar 15 persen dari dana transfer daerah. Namun, empat fraksi di Baleg menolak, yakni Fraksi Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Mereka mengusulkan agar dana desa langsung ditetapkan Rp 2 miliar per desa.
"Kalau kita menetapkan sistem dengan persentase, ini kan ada sebuah ketidakpastian. Kalau memang tujuan dan orientasinya ini adalah untuk dana desa sebagai pengembangan, pembangunan dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan desa, kalau ini ada nominal, ini desa udah bisa merencanakan," ujar anggota Baleg Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo dalam rapat panitia kerja penyusunan draf revisi UU Desa, Selasa (27/6/2023).
Dengan ditetapkannya angka Rp 2 miliar, desa bisa merencanakan program dan pembangunannya sesuai dengan anggaran yang diterima. Sehingga, akan ada keberlanjutan program dalam satu masa kepemimpinan kepala desa.
"Jadi lebih terarah, terukur, dan kemudian itu bisa terkontrol. Jadi saya dari Fraksi Golkar setelah kami keluar sebentar tadi, saya lebih mendukung kepada gagasan dengan ditetapkan nominal 2 miliar," ujar Firman.
Sementara itu, anggota Baleg Fraksi PAN Desy Ratnasari menjelaskan bahwa persentase 15 persen menghadirkan ketidakpastian anggaran bagi desa. Karena, besar atau kecilnya dana desa sebesar 15 persen tentu tergantung dari tinggi atau rendahnya dana transfer daerah.
"Kalau misalkan APBN-nya lagi naik, ya 15 persen udah keburu dipatok dibagi-bagi, 20 persen untuk pendidikan, lalu kemudian 10 persen kalau tidak salah untuk kesehatan. Ini udah keburu dipatok lagi 15 persen untuk dana desa, walaupun nanti ini dibilang dari dana transfer daerah," ujar Desy.
"Oleh karena itu, sesungguhnya ketika muncul nilai 1 miliar itu atau 2 miliar itu sebagai satu usulan, bukan sebagai patokan jika memang disetujui," sambungnya.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas memutuskan, usulan dana desa sebesar Rp 2 miliar akan dimasukkan terlebih dulu ke dalam draf revisi UU Desa. Adapun disetujui atau tidaknya, tergantung pembahasannya nanti bersama pemerintah.
Sementara itu dalam rapat sebelumnya, dalam draf revisi UU Desa terdapat perdebatan terkait dana desa yang meningkat menjadi 15 persen, dari 10 persen. Sebab, peningkatan anggaran juga harus berdampak pada bertambahnya tugas perangkat desa.
Di samping itu, alokasi dana desa masuk dalam mandatory spending atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang. Hal tersebut seperti alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Bertambahnya dana desa juga berpotensi berimplikasi terhadap pengalihan fungsinya. Sebab pada dasarnya, semua memiliki tujuan yang sama untuk mewujudkan desa sebagai pusat pertumbuhan atau menjadi basis kesejahteraan.
Anggota Baleg Fraksi Partai Golkar Supriansa juga mempertanyakan sumber dana desa sebesar 15 persen yang berasal dari dana transfer daerah. Sebab, dana transfer daerah terdiri dari enam jenis, yakni dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana otonomi khusus, dana keistimewaan, dan dana desa.
"Apakah semuanya itu (dana transfer daerah) diambil 15 persen, nah ini harus jelas juga yang dimaksud ini (berasal dari dana transfer daerah). Kalau kita tidak jelas, bisa langsung melompat ke dana yang ke enam (dana desa) yang tadi saya bacakan," ujar Supriansa.