Jumat 30 Jun 2023 15:05 WIB

Polisi Tetapkan Sembilan Tersangka dalam Penggerebekan Klinik Aborsi di Kemayoran

Sebanyak 50 wanita diduga telah melakukan aborsi di rumah kontrakan tersebut.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus raharjo
Sebuah klinik aborsi disegel polisi (ilustrasi)
Foto: Republika/Edwin
Sebuah klinik aborsi disegel polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Resor Jakarta Pusat telah melakukan pengungkapan praktik aborsi rumahan di Jalan Merah Delima, Sumur Batu, Kemayoran, Jakarta Pusat. Diduga praktik aborsi itu dilakukan oleh nonmedis dan telah berlangsung sekitar satu bulan.

Polisi juga telah menetapkan dua orang sebagai tersangka. "Sudah (tersangka), sudah bertambah lagi (tersangka) jadi sembilan," ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin saat dihubungi awak media, Jumat (30/6/2023).

Baca Juga

Kombes Komarudin mengatakan pengungkapan ini dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat yang menaruh curiga adanya aktivitas seorang warga baru yang mengontrak di tempat ini dan aktivitasnya sangat tertutup. Kecurigaan itu terkait dengan adanya beberapa wanita yang berganti-ganti keluar masuk rumah.

"Dugaan sementara dari warga ini tempat adalah untuk menampung para TKI. Nah, dari sanalah kami melakukan penyelidikan, pendalaman, dan alhamdulillah tim dari Unit PPA Satreskim Polres Jakarta Pusat berhasil mengungkap bahwa telah terjadi dugaan aborsi," ujar Komarudin.

Dalam pengungkapan ini, polisi mengamankan sembilan orang tersangka. Tiga di antaranya, yakni SN, NA, dan SM yang merupakan pelaku aborsi dengan perannya masing-masing. Lalu juga ditemukan empat orang pasien dengan inisial J, AS, RV dan IT. Tiga di antaranya baru saja selesai aborsi dan sedang beristirahat karena masih pendarahan dan satu orang baru akan melakukan aborsi.

Kemudian, Komarudin melanjutkan, pelaku SN berperan sebagai eksekutor jika ada pasien yang datang. Dalam menjalankan aksinya, SN dibantu oleh pelaku NA yang berperan mencari para pasien untuk dilakukan aborsi. SN merupakan seorang wanita yang berperan sebagai eksekutor dan SN ini bukan berlatar belakang medis. Hal itu berdasarkan identitas pelaku.

"Dia hanya dilihat dari KTP hanya IRT (ibu rumah tangga)," ujar Komarudin.

Sementara pelaku berinisial SM berperan menjemput para pasien dengan diberi imbalan sebesar Rp 500 ribu untuk sekali antar. Adapun tarif yang diberikan kepada pasien yang ingin melakukan aborsi beragam mulai Rp 2,5 juta hingga Rp 8 juta sesuai dengan usia kandungan. Hingga terungkap, sebanyak 50 wanita yang melakukan aborsi di rumah kontrakan tersebut.

"Sistem antar-jemput sangat rapi, makanya Pak RT dan warga sangat terkecoh dari aktivitas yang di dalam," kata Komarudin.

Selanjutnya, kata Komarudin, dua tersangka terakhir, yaitu kekasih salah satu pasien berinisial MK. Kemudian pembantu rumah tangga berinisial SW di rumah kontrakan tersebut. Akibat perbuatannya, kesembilan tersangka dijerat dengan Pasal 76 C juncto Pasal 80 Ayat 3 tentang Perlindungan Anak.

"Tidak punya latar belakang medis. Tapi masih kita dalami. Nanti kita lihat secara umum, nanti kita lihat peran-perannya," ujar Komarudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement