REPUBLIKA.CO.ID, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berencana memanggil Duta Besar Swedia untuk Indonesia terkait kasus pembakaran Alquran oleh imigran Irak di luar masjid di Stockholm, Swedia pada Rabu 28 Juni yang lalu. Anggota Komisi I DPR RI Sukamta, mendukung langkah Kemlu tersebut dan juga kecaman keras yang telah dilayangkan kepada pemerintah Swedia.
"Aksi pembakaran Alquran di Swedia sudah kesekian kali terjadi. Ini menunjukkan Pemerintah Swedia belum serius membuat kebijakan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. Pemerintah Indonesia perlu memberi tekanan yang lebih kuat kepada pemerintah Swedia agar tidak meremehkan persoalan ini. Karena pembakaran Alquran sangat melukai hati umat Islam dan mencenderai demokrasi. Jika dibiarkan, berpotensi memicu reaksi dan tindakan keras secara luas. Jika perlu Kemlu perlu memberikan warning kepada Dubes Swedia, akan ada konsekuensi politik yang kuat jika insiden serupa kembali terjadi di waktu yang akan datang," kata Sukamta dalam siaran pers, Senin (3/7/2023).
Menurut Sukamta, dalih pemerintah Swedia memberikan hak kebebasan semestinya tidak dengan membiarkan aksi provokatif yang berisi ujaran dan ekspresi kebencian, apalagi dengan aksi penghinaan terhadap simbol agama. Hal ini menurut Sukamta menunjukkan kebijakan kebebasan tanpa batas Pemerintah Swedia tidak sejalan dengan ketetapan PBB.
"PBB menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia. Ini sesungguhnya seruan kepada seluruh dunia untuk menghormati simbol dan pratik agama. Semua negara semestinya mengadopsi ketetapan PBB ini sebagai kebijakan di negaranya," tuturnya.
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini juga menyatakan akan membawa kasus berulangnya aksi pembakaran Alquran dalam komunikasi dengan seluruh parlemen di dunia.
"Akan kita dorong hadirnya komunike bersama seluruh perlemen di dunia, agar mampu menghadirkan undang-undang di negaranya yang memberikan jaminan dan penghormatan terhadap simbol dan praktik beragama. Ini untuk mencegah aksi-aksi provotif serupa terulang di berbagai negara," kata Sukamta.