REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengeklaim pihak universitas bertindak sewenang-wenang dalam menetapkan biaya pendidikan. Akibatnya, masih ada ratusan mahasiswa baru UI yang masih merasa keberatan dengan uang kuliah tunggal (UKT) yang telah ditetapkan oleh pihak universitas.
"Totalnya, sekarang teman-teman BEM masih mengadvokasi 170-an mahasiswa baru UI di jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) yang masih mengeluhkan penetapan biaya pendidikan yang ditetapkan kepada mereka. Awalnya kan ada 800. Dari 800 tadi telah kami bantu sebisa mungkin," ujar Ketua BEM UI Melki Sedek Huang kepada Republika.co.id, Senin (3/7/2023).
Dalam keterangannya, Melki menjelaskan, ada banyak mahasiswa yang jelas-jelas tidak mampu membayar nominal tinggi, tetapi ditetapkan untuk membayar uang kuliah setinggi itu. Menurut dia, UI tidak ada bersikap terbuka terhadap data dan pertimbangannya dalam menetapkan biaya pendidikan mahasiswanya.
"Memang telah disediakan ruang pengajuan banding bagi mahasiswa yang keberatan. Akan tetapi, sistem banding yang tersedia hanya berbentuk komentar dan tidak jelas mekanismenya," kata dia.
Di samping itu, setelah hasil banding diumumkan pada 20 Juni 2023, ternyata masih banyak mahasiswa yang mengaku tidak mendapatkan penurunan biaya pendidikan tanpa keterbukaan alasan. Menurut dia, kecurigaan atas janggalnya penetapan biaya pendidikan di UI semakin tervalidasi dan ia pun menilai UI gagal menghadirkan pendidikan yang terjangkau.
Melki menyebut, akuntabilitas dan transparansi seharusnya menjadi dua landasan utama dalam proses penetapan biaya pendidikan di sebuah universitas. Apalagi, hal tersebut diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Majelis Wali Amanat UI Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan UI. Namun, menurutnya, itu tidak terealisasi di UI.
"Komunikasi yang seharusnya menjadi salah satu kunci utama dalam berkoordinasi tidak pernah dihadirkan dengan baik oleh pihak kampus. UI selalu menutup rapat-rapat pintu komunikasi, seolah-olah tidak ingin melibatkan mahasiswa dalam proses pembuatan kebijakan yang akan berpengaruh bagi mahasiswa itu sendiri," kata dia.