REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekitar 50 orang yang tergabung dalam Aliansi Pendidikan Gratis (APATIS) menyerukan 10 tuntutan pada pemerintah di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Wilayah V) Yogyakarta, Senin (2/6/2024). Aksi ini menyusul kontroversi Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang akhirnya batal dinaikkan pemerintah beberapa waktu lalu.
"Aksi ini sebagai rangkaian oleh Aliansi Pendidikan Gratis melalui jalur litigasi yaitu jalur hukum yang ditujukan untuk Kemendikbudristek," ujar Kooordinator Umum Aksi, Muhammad Rafli Ilham, di sela aksi tersebut, Senin.
Rafli menyebut massa merupakan kumpulan dari berbagai organisasi dan berbagai kampus negeri ataupun swasta. Selain itu, sebagian orang juga merupakan sekelompok perwakilan orang tua wali mahasiswa yang ada di Yogyakarta.
Rafli menyatakan jika dalam waktu 17 hari tuntutan tersebut tidak dipenuhi oleh pemerintah, maka APATIS akan melakukan langkah-langkah hukum dan konstitusional sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Pemerintah menurut saya sudah melanggar UUD 45 Pasal 31 (mengatur hak dan kewajiban warga negara dalam pendidikan, kewajiban pemerintah di bidang pendidikan dasar dan sistem pendidikan, dan anggaran pendidikan nasional-Red), jadi saya di sini mendukung mahasiswa karena saya juga orang tua sehingga bisa merasakan bagaimana beratnya mereka, orang tua membayar UKT mahal, belum uang kos, uang transportasi. Sedangkan uang gaji tidak hanya untuk uang kuliah saja tetapi kebutuhan lain," ujar perwakilan Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) Yuliani.
Ia berharap ke depannya, jika pemerintah belum mampu untuk mengratiskan dan minta gotong royong yang masuk akal, maka hendaknya pemerintah menggunakan kembali sistem Satuan Kredit Semester (SKS) yang dinilainya lebih masuk akal, lebih terjangkau, serta lebih manusiawi daripada sistem UKT.
Berikut Isi 10 tuntutan Aksi Aliansi Pendidikan Gratis (APATIS):
Pertama, cabut Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.
Kedua, kembalikan rumus Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dikurangi biaya yang ditanggung oleh pemerintah (BOPTN dan BPPTNBH) yang wajib mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa atau pihak lain yang membiayainya.
Ketiga, tingkatkan sekurang-kurangnya dua kali lipat anggaran BOPTN dan BPPTNBH lalu alokasikan untuk memberi subsidi tarif UKT mahasiswa, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Keempat, wajibkan perguruan tinggi negeri (PTN) menerapkan UKT Golongan I (Rp 0) dan UKT Golongan II (Rp 500.000 - Rp. 1.000.000) pada mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi sekurang-kurangnya 40 persen dari seluruh populasi mahasiswa di suatu PTN, diluar mandat luar KIP-K dan beasiswa.
Kelima, kembalikan pungutan tunggal dalam sistem UKT, dengan melarang penerapan IPI di kampus-kampus dan termasuk segala pungutan di luar UKT (seperti pungutan KKN, KKL, praktikum, yudisium, wisuda, dsb).
Keenam terapkan tarif UKT regresif (tarif yang mengalami penurunan nominal secara periodik) sekurang-kurangnya 10 persen setiap tahun untuk diberlakukan ke semua PTN, seiring dengan penambahan BOPTN ke semua PTN.
Ketujuh, terapkan indikator penempatan mahasiswa dalam golongan UKT secara nasional, dengan mempertimbangkan aspek-aspek sekurang-kurangnya kemampuan ekonomi dan jumlah tanggungan keluarga atau wali mahasiswa. Indikator tersebut harus diumumkan secara transparan kepada publik.
Kedelapan, batalkan seluruh kerjasama pinjaman dana pendidikan (student loan) antara perusahaan-perusahaan lembaga keuangan (perbankan maupun perusahaan pinjaman online) dengan perguruan tinggi.
Kesembilan, anggarkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Swasta (BOPTS) pada semua Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang bersifat nirlaba, yang fokus dialokasikan untuk penurunan tarif uang kuliah mahasiswa PTS yang kurang mampu secara ekonomi.
Kesepuluh, wajibkan perguruan tinggi untuk melibatkan civitas akademika (mahasiswa, dosen, dan pekerja kampus) secara terbuka dalam setiap perencanaan, perumusan, dan pengambilan kebijakan perguruan tinggi yang berdampak pada civitas academica.