REPUBLIKA.CO.ID, WINA – Arab Saudi menegaskan kerja sama minyak yang kuat dengan Rusia masih terus berjalan. Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman menyatakan, sebagai bagian dari OPEC+ keduanya akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mendukung pasar minyak.
OPEC+, organisasi negara pengekspor minyak bersama mitranya, termasuk Rusia, memompa sekitar 40 persen dari minyak mentah dunia, telah memangkas produksi sejak November tahun lalu untuk mengatasi menurunnya harga minyak.
Saudi dan Rusia, pengekspor minyak terbesar, memangkas lebih banyak pasokan minyak pada Senin (3/7/2023) lalu dengan tujuan menaikkan harga minyak dunia. Namun, aksi tersebut hanya dalam sekejap membuat harga naik.
Pada Rabu (5/7/2023), minyak Brent turun lebih dari 1 persen dengan harga 75,30 dolar AS per barel. Lebih rendah dibandingkan harga yang diharapkan negara OPEC untuk menyeimbangkan anggaran mereka, yaitu pada harga 80-100 dolar AS per barel.
OPEC menyatakan tak menetapkan target harga dan mendorong adanya keseimbangan di pasar demi memenuhi kepentingan baik konsumen maupun produsen. Dengan demikian, semua pihak diuntungkan.
AS, penghasil minyak terbesar di luar OPEC+, telah berulang kali meminta mereka untuk meningkatkan produksi. Tujuannya untuk membantu ekonomi global. AS juga mengkritik Saudi yang semakin erat bermitra dengan Rusia setelah invasi ke Ukraina.
Namun, berulang kali pula Riyadh mengabaikan seruan AS tersebut dan Pangeran Abdulaziz pada Rabu menyatakan, pemangkasan produksi yang disetujui oleh Saudi dan Rusia sekali lagi membuktikan salahnya pandangan skeptis mengenai pemangkasan ini.
"Bagian dari apa yang kami telah lakukan (pada Senin) dengan bantuan kolega kami dari Rusia juga untuk memitigasi pihak yang sinis apa yang dilakukan Saudi dan Rusia dalam masalah pemangkasan pasokan minyak itu,’’ kata Pangeran Abdulaziz.