REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko menegaskan, dirinya tidak ada kepentingan apapun dengan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun maupun dengan pimpinan Ponpes, Syekh Panji Gumilang. Dia pun menegaskan, tudingan bahwa dirinya menjadi beking Al-Zaytun dan Panji Gumilang adalah pernyataan tidak benar.
"Tidak ada kepentingan politik, tidak ada kepentingan ekonomi, tidak ada," kata Moeldoko saat berbincang di kediaman pribadinya, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Dia menjelaskan, beberapa tudingan tidak berdasar yang ditujukan kepada dirinya kemungkinan bertujuan untuk menjatuhkan dirinya, sekaligus membawa kepentingan di luar dirinya. Moeldoko pun mengingatkan orang itu untuk hati-hati dalam berbicara.
"Biasa itu ada orang goreng (isu), tujuannya sangat jelas bagaimana men-downgrade saya. Saya cukup tahu petanya seperti apa. Tetapi yang perlu kita pahami, masyarakat Indonesia perlu paham, kenapa Al-Zaytun selalu muncul setiap (menjelang) pemilu. Ini kan aneh, pasti ada sesuatu yang memainkan untuk apa, bisa saja untuk kepentingan elektabilitas, dan seterusnya," kata Moeldoko.
Dia mengakui, pernah ke Mahad Al-Zaytun di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan berkomunikasi dengan pengurus Ponpes. Saat itu, Moeldoko menjabat sebagai Panglima Kodam (Pangdam) III/Siliwangi.
"Waktu (menjabat sebagai) Pangdam, saya pernah ke sana. Apa kepentingan saya? Saya sebagai Pangdam, Panglima Daerah Militer memastikan bahwa di daerah itu terbangun kondisi yang baik. Waktu itu sempat dengar-dengar ada sumber-sumber NII (Negara Islam Indonesia) di sana, dan (saat itu) sulit bisa masuk ke dalam," kata Moeldoko.
Eks KSAD itu menerangkan, saat itu, ia memerintahkan jajarannya, yaitu komandan resor militer (danrem) untuk memeriksa langsung kebenaran tentang berbagai isu di Ponpes Al-Zaytun. Faktanya, ia bisa masuk dan berkomunikasi dengan Panji Gumilang.
"Saya sampaikan kepada Danrem kalau kamu tidak bisa membuka pintu Al-Zaytun kamu saya pecat. Akhirnya, bisa berkomunikasi ke dalam. Akhirnya bisa masuk ke dalam. Misi saya, bagaimana persoalan kebangsaan bisa menjadi konsumsi di situ, tidak ada yang lain," kata Moeldoko.