REPUBLIKA.CO.ID,CEOAIX-EN-PROVENCE - Sebuah "badai China" membayangi sektor mobil listrik (EV) Eropa yang sedang berkembang. Pimpinan Renault Jean-Dominique Senard mengatakan ancaman tersebut karena China sebagai negara adidaya Asia mendominasi bahan baku utama dalam membuat baterai untuk mobil nol emisi.
Keputusan China baru-baru ini untuk membatasi ekspor dua logam yakni - galium dan germanium - yang digunakan dalam semikonduktor dan EV menimbulkan tanda bahaya bagi para pemimpin Eropa. Karena hal itu menunjukkan ketergantungan Eropa yang berlebihan pada China. Dan pada akhirnya menyebabkan rantai pasokan yang mahal.
"Ketika saya berbicara tentang badai China, saya berbicara tentang tekanan kuat hari ini terkait impor kendaraan (listrik) China ke Eropa," kata Senard kepada Reuters Sabtu (8/7//2023).
"Kami mampu membuat kendaraan listrik, tetapi kami berjuang untuk memastikan keamanan pasokan kami," kata Senard lagi.
Ia menambahkan industri EV China dan rantai pasokan untuk bahan mentah dihasilkan dari investasi bertahun-tahun yang akan menelan biaya miliaran euro untuk menirunya.
Pembatasan ekspor sehingga meningkatkan perang teknologi China dengan Amerika Serikat, berpotensi menyebabkan lebih banyak gangguan pada rantai pasokan global. Eropa menemukan dirinya berada di tengah pertengkaran, memaksanya untuk mencari alternatif dalam skenario terburuk.
"Jika ada krisis geopolitik yang nyata, kerusakan pabrik baterai yang hanya ditenagai oleh produk yang berasal dari luar akan sangat besar," kata Senard memperingatkan. "Itulah masalahnya".
Menurutnya pengembangan bahan bakar alternatif - seperti bahan bakar elektronik sintetis dan hidrogen - akan sangat penting jika tiba-tiba kekurangan baterai karena kelangkaan bahan baku. "Seperti yang dilakukan produsen yang berhati-hati ... kami sedang mencari alternatif untuk menghindari melumpuhkan negara jika, misalnya, kami kehabisan baterai,” katanya.