Selasa 11 Jul 2023 14:11 WIB

Dosen UMM Komentari Aturan Terkait Larangan Memberi Uang Pengemis

Banyak kota sudah menerapkan larangan memberi uang kepada pengemis.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Gelandangan dan pengemis.   (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Gelandangan dan pengemis. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Gelandangan dan pengemis atau yang sering kita kenal dengan istilah 'gepeng' adalah kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas meminta-minta uang pada area umum secara terus menerus. Masyarakat yang menjumpai golongan ini biasanya akan iba dan memberikan uang kepada mereka.

Secara sekilas hal ini tidak ada yang salah. Namun, apa ada efek jangka panjang bagi struktur sosial yang nantinya terbentuk di masyarakat?

Terkait hal tersebut, dosen Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial (Kesos) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Juli Astutik, memberikan penjelasannya. Menurutnya, pengemis termasuk salah satu penyakit sosial dalam struktur masyarakat. "Keberadaannya dapat mengganggu ketertiban dan berpotensi menimbulkan tindak kriminalitas," katanya.

Dalam perspektif ahli pekerjaan sosial, pengemis merupakan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang akut dan berakar dari persoalan kemiskinan, yaitu kemiskinan kultural. Hal ini berarti kemiskinan tersebut disebabkan mentalitas atau budaya.

Selain kurangnya akses pendidikan wajib, penyebab kemiskinan ini salah satunya bersumber dari mentalitas dan sikap hidup. Beberapa di antaranya malas bekerja, boros, dan suka meminta. Oleh karena itu, pengemis mengalami ketidakberfungsian sosial (social disfunction).

Jika dilihat peraturan pemerintah maupun daerah yang mengatur terkait pengemis ini, masih banyak celah yang seharusnya digali lebih dalam. Hal ini termasuk mengenai tingkat efektivitas peraturannya agar dapat menyelesaikan akar permasalahan.

"Contohnya saja, walaupun banyak kota sudah menerapkan larangan memberi uang kepada pengemis, pelaksanaannya masih kurang maksimal," ujar dia.

Memberi uang ke pengemis sebenarnya sama saja dengan membiarkan mereka terjerumus dan terlena dalam kemalasan dan kemiskinan terus-menerus. Mereka dapat terus hidup tanpa adanya keinginan untuk menjadi masyarakat yang mandiri dan produktif.

Namun, Juli menambahkan, jika dilihat dalam perspektif agama, memberi orang yang tidak mampu merupakan salah satu ibadah yang dinamakan sedekah. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran bersama oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah hingga masyarakat untuk fokus memutus akar dari permasalahan.

Dalam hal ini, 'ketergantungan' dan 'mentalitas' pengemis untuk selalu meminta-minta dan tidak mengusahakan mata pencaharian yang lain. Pemerintah secara khusus harus mengkaji kembali peraturan yang berfokus pada pengemis itu sendiri.

Bukan malah memberikan sanksi denda materiel kepada pemberi uang. "Pemerintah juga harus membuat sistem pemberdayaan pengemis dengan menyediakan wadah yang luas, untuk pengembangan skill dan keahlian yang bisa menghasilkan,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement