REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nabi Muhammad ﷺ tidak menyantap makanan apabila masih berasap dan panas. Beliau memakan makanan ketika sudah dingin, ada keberkahan yang dirain dengan cara ini.
Dikutip dari Buku Adab-Adab Makan Seorang Muslim oleh Dr. Aris Munandar SS, M.P.I, dinukilkan riwayat berikut ini:
عن أسماء بنت أبي بكر رضي الله عنهما { أنها كانت إذا ثردت شيئا غطته حتى يذهب فوره ثم تقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إنه أعظم للبركة }
Dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha, jika beliau membuat roti Tsarid maka beliau tutupi roti tersebut dengan sesuatu sampai panasnya hilang. Kemudian beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hal tersebut lebih besar berkahnya.” (HR Darimi no 2047 dan Ahmad no 26418).
عن أبي هريرة أنه كان يقول لا يؤكل طعام حتى يذهب بخاره Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Makanan itu tidak boleh disantap kecuali jika asap makanan yang panas sudah hilang.” (HR Imam Baihaqi, 7/2580)
Dalam Zaadul Ma’ad 4/223 Imam Ibnul Qoyyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyantap makanan dalam keadaan masih panas.”
Yang dimaksud berkah dalam hadits dari Asma’ di atas adalah gizi yang didapatkan sesudah menyantapnya, makanan tersebut tidak menyebabkan gangguan dalam tubuh, membantu untuk melakukan ketaatan dan lain-lain. Demikian yang dinyatakan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, 13/172)
Sementara itu, Muslim diperintahkan hanya mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal. Baik itu halal secara dzatiyah atau wujud makanan makanannya ataupun halal dari aspek asal memperoleh makanan tersebut. Maka tidak boleh bagi seorang Muslim memakan makanan yang diperoleh dari cara yang haram seperti hasil mencuri kendatipun fisik makanannya halal.
Tak hanya itu makanan dan minuman yang halal tersebut juga dianjurkan yang baik (thayyiban) untuk kesehatan, yakni makanan yang sehat memiliki gizi sehingga memberi dampak positif bagi kesehatan orang yang memakannya.
Sebab makanan yang halal thayyiban sangat berpengaruh terhadap orang, baik jasmaniyah maupun batiniyahnya.
Secara jasmani, makanan yang halal dan tayib sudah pasti memberikan kesehatan dan energi. Secara batin, makanan yang halal dan tayib akan membuat manusia semakin baik dalam menjalankan agamanya, semakin bersih hatinya, serta terkabul semua hajat yang diinginkannya.
Baca juga: Ketika Kabah Berlumuran Darah Manusia, Mayat di Sumur Zamzam, dan Haji Terhenti 10 Tahun
Sebagaimana pesan Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib seperti dikutip dalam kitab Wasiatul Mustofa karangan Imam Asy Sya'rani:
يا علي. من اكل الحلال صفا دينه، ورق قلبه، ولم يكن لدعو ته حجاب Wahai Ali, barang siapa yang makan makanan halal maka agamanya akan bersih, hatinya akan lembut, dan tidak akan terhalang doanya
Orang yang makan-makan halal dia akan termotivasi untuk melaksanakan ketaatan dan perbuatan baik yang bermaslahat bagi dirinya dan orang banyak. Tak hanya itu, memakan makanan yang halal dan dari sumber yang halal akan mendatangkan keberkahan dan mempermudah seseorang dalam memperoleh ilmu. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah riwayat:
مَنْ أَكَلَ الْحَلَالَ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً، نَوَّرَ اللهُ قَلْبَهُ وَأَجْرَى يَنَابِيْعَ الْحِكْمَةِ مِنْ قَلْبِهِ عَلَى لِسَانِهِ “Barangsiapa yang memakan makanan halal selama 40 hari, maka Allah akan menerangkan hatinya dan akan mengalirkan sumber-sumber ilmu hikmah dari hatinya pada lisannya.” (HR Abu Nu’aim)