Sabtu 15 Jul 2023 19:29 WIB

Takut Nikah? Mungkin Kamu Punya Gamofobia, Ini Ciri-cirinya

Penderita gamofobia bisa jalin hubungan, namun saat makin serius, dia menjadi takut.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Menikah (ilustrasi). Ada orang-orang yang menderita gamofobia sehingga menyebabkannya takut menikah.
Foto: www.freepik.com
Menikah (ilustrasi). Ada orang-orang yang menderita gamofobia sehingga menyebabkannya takut menikah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada alasan yang cukup beragam mengapa seseorang belum atau tidak mau menikah. Salah satunya, gamofobia.

Gamofobia adalah ketakutan akan pernikahan dan komitmen yang ditandai dengan perasaan takut yang berlebihan dan terus-menerus. Hal ini dapat menyulitkan seseorang untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi secara normal dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga

Seperti jenis fobia lainnya, gamofobia ditandai dengan rasa takut yang tidak sebanding dengan bahaya atau ancaman yang sebenarnya. Gejala-gejala tersebut bersifat menetap dan berlangsung selama enam bulan atau lebih.

Psikolog dari AS, Kendra Cherry, merinci beberapa gejala yang mungkin dialami seseorang termasuk perasaan cemas, takut, atau panik. Hal ini juga biasa terjadi pada orang-orang yang mengambil langkah-langkah untuk menghindari komitmen seperti menjauhkan diri dari orang lain, memutuskan hubungan dengan orang yang mereka kencani, atau menghindari kencan.

“Penderita gamofobia juga sering mengalami gejala fisik seperti nyeri dada, sensasi tersedak, pusing, perasaan akan datangnya malapetaka, hiperventilasi, denyut napas yang cepat, berkeringat, dan gemetar,” kata Cherry seperti dilansir laman Very Well Mind, Jumat (14/7/2023).

Orang yang memiliki kondisi ini sering kali mampu menjalin hubungan, tetapi ketika segala sesuatunya mulai menjadi serius, mereka sering kali mulai menunjukkan tanda-tanda ketakutan dan kecemasan. Dalam kasus lain, beberapa orang sangat takut akan komitmen sehingga mereka akan menghindari hubungan sama sekali.

Cherry mengatakan, gamofobia sering kali disebabkan oleh sejumlah faktor yang berbeda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecemasan akan kewajiban finansial dan tuntutan sosial lainnya dapat berkontribusi pada ketakutan akan komitmen dan pernikahan.

“Pengalaman buruk dan rasa trauma di masa lalu juga bisa berkontribusi pada gamofobia. Bahkan genetika juga berperan dalam timbulnya fobia dan kondisi kecemasan lainnya,” jelas Cherry.

Gamofobia dapat diobati dengan terapi yang dikelola oleh psikolog, psikiater, atau profesional kesehatan mental lainnya. Berikut beberapa perawatan yang paling umum digunakan untuk gamofobia:

1. Terapi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah bentuk psikoterapi di mana penderita gamofobia belajar mengganti pikiran negatif mereka dengan kognisi yang lebih positif. Terapi ini juga mengajarkan keterampilan mengatasi masalah baru yang akan membantu orang mengembangkan hubungan yang sehat dan suportif dengan mengurangi rasa takut akan komitmen.

2. Terapi paparan

Ini adalah perawatan yang membantu orang secara bertahap menjadi lebih nyaman dengan hubungan dan komitmen dengan secara bertahap mengekspos mereka pada sumber ketakutan mereka. Paparan secara bertahap dan progresif pada situasi yang ditakuti ini juga dipasangkan dengan teknik relaksasi seperti bernapas dalam-dalam, visualisasi, dan relaksasi otot secara progresif.

Seiring waktu, respons rasa takut akan berkurang hingga akhirnya hilang secara bertahap. Penelitian telah menunjukkan bahwa terapi paparan membantu mengurangi gejala fobia segera setelah perawatan dan bahwa efek ini sering kali bertahan selama bertahun-tahun.

3. Desensitisasi dan pemrosesan ulang gerakan mata

Desensitisasi dan pemrosesan ulang gerakan mata (EMDR) adalah jenis terapi yang melibatkan pemfokusan pada trauma sambil melakukan gerakan mata bilateral. Terapi ini telah terbukti efektif dalam mengurangi intensitas ingatan traumatis dan dapat membantu dalam pengobatan gangguan stres pascatrauma (PTSD) serta gejala panik dan fobia.

4. Pengobatan

Dalam beberapa kasus, obat-obatan juga dapat diresepkan untuk membantu mengatasi beberapa gejala kecemasan. Obat-obatan juga dapat berguna jika kondisi mental lain seperti kecemasan atau depresi yang terjadi bersamaan juga ada. Dalam kebanyakan kasus, obat-obatan ini akan digunakan bersamaan dengan beberapa bentuk psikoterapi.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement