Jumat 21 Jul 2023 08:53 WIB

Cara Orang Arab Dahulu dalam Memberi Nama-Nama Bulan

Orang Arab tidak menggunakan angka untuk menyebut tahun seperti sekarang.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
 Seorang Muslim melakukan sholat pada  bulan suci Ramadhan, di dalam Masjid Al Farooq di Teluk Emirat Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa (4/4/2023).
Foto: EPA-EFE/ALI HAIDER
Seorang Muslim melakukan sholat pada bulan suci Ramadhan, di dalam Masjid Al Farooq di Teluk Emirat Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa (4/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang-orang Arab di masa dahulu biasa menamai bulan-bulan dalam setahun menurut peristiwa yang terjadi dan musim yang menyertainya. Misalnya bulan Dzulhijjah, dinamai demikian karena di dalamnya ada pelaksanaan haji yang jatuh pada setiap tahun.

Kemudian bulan Rabi, yang merujuk pada bulan Rabiul Awwal dan Rabiul Akhir. Bulan Rabiul Awwal disebut demikian karena di bulan tersebut terjadi musim semi. Maka, bulan Rabiul Awwal dapat dikatakan sebagai bulan yang di dalamnya terjadi musim semi yang pertama.

Baca Juga

Sedangkan bulan Ramadhan secara bahasa berasal dari kata 'Romadh' atau 'Romadho', yang berarti panas yang hebat. Namun, 150 tahun sebelum Islam datang, tepatnya pada tahun 412 Masehi, ada nama lain dari bulan Ramadhan, yaitu disebut Natiq.

Di tahun itulah, orang-orang Arab bertemu dan memutuskan menyatukan bulan-bulan lunar. Mereka percaya akan pentingnya bulan dan tahun lunar, yaitu saat bulan menyelesaikan satu siklus penuh mengelilingi bumi.

Karena kehidupan nomaden, ketidakstabilan dan pertemuan satu sama lain, orang Arab tidak menggunakan angka untuk menyebut tahun seperti yang dilakukan sekarang ini. Mereka biasa menyebut tahun lunar dengan peristiwa besar yang terjadi. Misalnya Tahun Harb Al-Fajar (Perang Fajar) dan Tahun Gajah yang merujuk pada gagalnya Abraha al-Habashi, penguasa Yaman, saat menghancurkan Ka'bah.

Di masa pemerintahan Kilab bin Murra, kakek kelima Nabi Muhammad SAW, para kepala suku Arab mengadakan pertemuan untuk menyepakati nama-nama bulan dan mereka memilih nama-nama bulan yang dikenal sampai sekarang ini (kecuali Muharram karena baru dinamai demikian pada masa Islam).

Tanggal 1 Muharram tahun 1 Hijriyah, jatuh pada Kamis, 15 Juli 622 M. Penetapan ini jika berdasarkan pada pendekatan hisab karena irtifa’ hilal pada Rabu, 14 Juli 622 M sewaktu matahari terbenam sudah mencapai 5 derajat 57 menit. Pendapat lain menyebut 1 Muharam tahun 1 Hijriah jatuh pada Jumat, 16 Juli 622 M, dengan menggunakan pendekatan rukyat.

Nama-nama bulan yang digunakan di dalam kalender Hijriyah telah berlaku sejak lama di kalangan kaum Quraisy sebelum Islam. Dahulu kaum Quraisy kerap melakukan praktik interkalasi (Nasi'), yaitu memperpanjang masa 1 bulan menjadi selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan qomariyah tersebut selaras dengan perputaran musim atau matahari.

Kaum Quraish saat itu sering menyalahgunakan kesempatan itu untuk memperoleh keuntungan atas kehadiran jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun. Mereka bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Akibatnya, ini menimbulkan ketidakjelasan bilangan bulan tersebut.

Lalu turun firman Allah SWT yang melarang praktik itu. "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram..." (QS At-Taubah Ayat 36)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement