Senin 24 Jul 2023 22:37 WIB

Ahli dan JPU Kompak Ogah Tunjukkan Barang Bukti di Sidang Pencemaran Nama Baik Luhut

Jaksa hari ini menghadirkan ahli digital forensik dari Puslabfor Mabes Polri.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Terdakwa Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar (kanan) bersama terdakwa Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (8/6/2023). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi pelapor yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap dirinya dalam unggahan pada akun youtube milik Haris Azhar dengan judul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! yang diunggah pada Agustus 2021 lalu.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar (kanan) bersama terdakwa Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (8/6/2023). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi pelapor yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap dirinya dalam unggahan pada akun youtube milik Haris Azhar dengan judul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! yang diunggah pada Agustus 2021 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli digital forensik dari Puslabfor Mabes Polri Herry Priyanto menolak menunjukkan barang bukti file video yang dijadikan bahan analisanya dalam kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan. Herry beralasan tak membawa peralatan guna menunjukkannya di muka sidang. 

Hal itu disampaikan Herry ketika memberikan keterangan dalam sidang kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (24/7/2023). Kasus ini menjerat Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty.

Baca Juga

Mulanya, kuasa hukum Haris-Fatia meminta pemeriksaan ulang terhadap file yang dianalisa Herry. File itu sejatinya diberikan penyidik kepada Herry untuk dianalisis. 

"Jadi, kami mohon file ini dibuka dan diputar Apakah ada corrupt terhadap file tersebut atau tidak itu kita pengin tahu? Kalau download saat ini masih ada kan di Google server," kata anggota kuasa hukum Haris-Fatia, Nurkholis Hidayat, dalam sidang tersebut. 

Pihak jaksa penuntut umum (JPU) lantas keberatan dengan permintaan kuasa hukum Fatia-Haris. JPU meyakini ada prosedur yang mesti dipatuhi guna membuka file itu. 

"Harus ditanyakan kepada ahli apakah itu barang bukti itu diperbolehkan untuk dibuka dan nanti apa akibat hukumnya terhadap konten itu?" ujar JPU. 

Herry melontarkan pernyataan yang menguatkan JPU. Herry berkelit bahwa untuk menunjukkan file secara langsung tak bisa dilakukan tanpa alat yang digunakan Puslabfor. 

"Jika nanti kita mengganggu barang bukti ketika kita melakukan uji yang mulia kita tidak akan menguji langsung ke flashdisk-nya yang mulia itu adalah tahapan SOP. Mungkin jika ada peralatan tapi saya tidak membawa untuk memastikan bahwa ketika mencolok itu terproteksi secara USB write locker itu prinsip utama digital forensik," ucap Herry. 

Hal ini mengundang protes dari kubu Haris-Fatia. Mereka mengendus ada kejanggalan saat JPU menolak membuka flashdisk berisi file bukti. 

"Bisa, tidak, file itu dibuka? Saya keberatan. Mohon ketegasannya, Yang Mulia. Kami berhak bertanya ini berkaitan dengan keaslian. Kenapa JPU menolak (membuka)?" ucap Nurkholis. 

JPU terus berdalih bahwa file itu cuma bisa dibuka lewat prosedur khusus. Namun, sayangnya JPU malah tak membawa perangkat yang diperlukan untuk membuka file itu ke persidangan. 

"Bukan tidak bisa dibuka, tapi ada tata cara digital forensik agar tidak merusak barang bukti elektronik," ujar JPU.

Sementara itu, Haris mengingatkan JPU akan mudahnya membuka file berisi video dari sebuah flashdisk. Haris pun menekankan tak mempermasalahkan hasil analisis Herry. 

"Sebenarnya gampang, flashdisk dicolok ke laptop lalu munculnya apa. Kami dari tadi bertanya-tanya, bahan awalnya saksi ahli yang baik dan pintar ini apa? Kita ingin diuji, itu saja, kita enggak menolak hasilnya. Ini sidang pembuktian. Saya cuma minta itu dicolokin lalu munculnya apa? Saya butuh pembuktian. Saya terdakwa berkepentingan file itu dibuka, sesimpel itu saja, susah amat," sindir Haris.

Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.

Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan anak usaha PT Toba Sejahtera yaitu PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata’ain, tapi tidak dilanjutkan. PT Madinah Quarrata’ai disebut Haris-Fatia sebagai salah satu perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tambang. 

Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Sedangkan, Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.

Kasus ini bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement