REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada hakikatnya, perintah hijrah diniatkan hanya karena Allah SWT atau yang disebut dengan hijrah maknawiyyah. Namun, ada salah satu sahabat yang pernah ikut berhijrah sebab maksud mengikuti perempuan yang ia suka yang kebetulan masuk ke dalam rombongan hijrah dari Makkah ke Madinah.
Ustadz Atabik Luthfi menjelaskan, pada zaman Rasulullah ada salah satu sahabat bernama Imru ul Qais yang awalnya diajak berhijrah ia tidak mau. Namun, ketika proses hijrah telah sampai di kloter terakhir, tiba-tiba ia secara tergopoh-gopoh mau berhijrah.
"Telisik demi telisik ia melihat perempuan yg ia sukai ada di rombongan hijrah, maka ia hijrah," kata Ustadz Atabik dalam kajian live streaming rohis, Rabu (26/7/2023).
Dari Umar, bahwa Rasulullah (SAW) bersabda, "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." (HR. Bukhari).
Hadits tersebut, kata beliau, berkaitan dengan kisah hijrahnya sahabat Imru ul Qais. Lantas apakah hijrahnya tersebut diperbolehkan?
Ustadz Atabik mengatakan hal itu disebut sebagai hijrah makaniyyah. Yakni berpindah secara tempat saja, belum menjadi hijrah secara fundamental yang tujuan dan niatnya hanya karena Allah semata.
"Bagus sebetulnya menikahi perempuan, tapi jadi tidak bagus karena yang awalnya tidak mau hijrah, kemudian mau hijrah tapi bukan karena Allah. Ibarat ujian, dia tidak cum laude," kata dia.