REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyinggung Uni Eropa (UE) yang dinilai tidak konsisten soal kebijakan-kebijakan yang dibuatnya atas nama perlindungan lingkungan dan upaya mengatasi perubahan iklim dalam kerangka European Green Deal (EGD). Ia menyebut UE menilai kopi merusak lingkungan padahal di saat yang bersamaan masih membeli batu bara.
"Uni Eropa juga tidak konsisten, katanya kopi merusak lingkungan tapi dalam waktu yang sama dia juga beli batu bara dari kita. Masa, kopi lebih merusak lingkungan dari batu bara? Nggak konsisten. Kita kalau ekspor tuna kena 20 persen tax (pajak). Tapi tuna kita yang di tabung-tabung ilegal diterima juga. Jadi, kalau kepentingannya (mereka) oke," katanya dalam seminar Food Agri Insight on Location yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Mendag menegaskan penolakan kerasnya terhadap UU antideforestasi (EUDR) yang dikeluarkan UE. Pasalnya, hampir semua produk-produk Indonesia menjadi sasaran kebijakan tersebut mulai dari kakao kopi, minyak sawit, karet, cengkih, kayu, dan produk turunan lainnya.
Ia menilai kebijakan antideforestasi Uni Eropa berpotensi menghambat perdagangan dan merugikan petani Indonesia.
"Ekspor ke Uni Eropa tahun 2022 untuk sawit, karet, kakao, kopi, kayu nilainya hampir 7,2 miliar dolar AS meliputi hampir 8 juta petani kecil. Kita sadari perjuangan tidak mudah, tapi Kementerian Perdagangan akan terus berupaya melindungi kepentingan nasional kita termasuk melindungi petani kecil," ujarnya.
Mendag juga siap mengambil langkah-langkah yang terukur untuk mengamankan kepentingan rakyat Indonesia. Pihaknya juga terus menyampaikan keberatan kepada negara-negara EU, termasuk lewat forum perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) putaran ke-16 akan diadakan di Uni Eropa nanti. Harapannya, Uni Eropa tetap dapat membuka pasar ke Indonesia.
Tidak hanya itu, Pemerintah Indonesia juga aktif menyuarakan dampak negatif kebijakan-kebijakan Uni Eropa dan meminta klarifikasi atas aturan-aturan dan kebijakan anti deforestasi yang multi interpretasi dalam forum multilateral. Mendag juga menegaskan, meski dihalau dengan berbagai kebijakan yang merugikan, Indonesia tidak pernah melarang produk-produk Uni Eropa.
"Walaupun kita mayoritas Muslim, itu impor wine (anggur), alkohol, banyak," katanya.
Mendag juga menyinggung betapa tidak adilnya perdagangan dengan Uni Eropa karena tidak hanya nilai dagangnya yang tidak kompetitif tetapi juga masih diganggu secara kebijakan.
"Betapa tidak adilnya, kita ekspor kopi satu kapal besar, tukar saja dengan satu pesawat tempur saja nilainya masih lebih mahal pesawat tempur nilainya. Bayangkan. Itu juga masih diganggu," katanya.
Mendag menyebut Indonesia dan Eropa memiliki potensi perdagangan yang besar. Saat ini total volume perdagangan antara Indonesia dan UE baru mencapai 30 miliar dolar AS. Angka tersebut masih jauh di bawah perdagangan antara Eropa dengan Thailand dan Vietnam yang mencapai 80 miliar dolar AS.
"Makanya saya minta agar ada win win. Kalau perdagangan kita bisa sampai 100 miliar dolar AS kan dia untung, kita juga untung," katanya.