Senin 07 Aug 2023 07:51 WIB

Kesiapan Membangun Turki Pascagempa Masih Diragukan

Turki mempersiapkan kota menghadapi potensi bencana di masa mendatang.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
 Orang-orang menghadiri shalat Jumat di tenda penampungan setelah gempa bumi dahsyat, di Hatay, Turki, Jumat (17/2/2023).  Hampir 44.000 orang tewas dan ribuan lainnya terluka setelah dua gempa bumi besar melanda Turki selatan dan Suriah utara pada 06 Februari. Pihak berwenang khawatir jumlah korban tewas akan terus meningkat karena tim penyelamat mencari korban selamat di seluruh wilayah.
Foto: EPA-EFE/MARTIN DIVISEK
Orang-orang menghadiri shalat Jumat di tenda penampungan setelah gempa bumi dahsyat, di Hatay, Turki, Jumat (17/2/2023). Hampir 44.000 orang tewas dan ribuan lainnya terluka setelah dua gempa bumi besar melanda Turki selatan dan Suriah utara pada 06 Februari. Pihak berwenang khawatir jumlah korban tewas akan terus meningkat karena tim penyelamat mencari korban selamat di seluruh wilayah.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Debu dan puing-puing memenuhi jalanan saat eskavator menghancurkan bongkahan beton dari gedung apartemen tua. Penonton dan mantan penduduk menyaksikan dari jauh saat peralatan konstruksi meruntuhkan struktur tersebut.

Ibrahim Ozaydin berusia 30 tahun menjadi salah satu sanksi penghancuran tersebut. Dia menyaksikan tanpa rasa khawatir, justru muncul kelegaan karena bangunannya telah ditandai oleh para pejabat sebagai tidak aman beberapa bulan yang lalu.

Baca Juga

Ozaydin dan keluarganya terkejut ketika mengetahui bahwa pemerintah kota menganggap bangunannya tidak dapat dihuni. “Kami memutuskan untuk membangun rumah kami sendiri. Daripada tinggal di rumah yang dibangun dengan buruk, mari kita lakukan pencegahan kita sendiri," katanya kepada saat melihat bekas rumahnya dirobohkan.

Pemandangan kendaraan konstruksi menghancurkan bangunan tertanam dalam benak Turki enam bulan lalu hari ini. Kegiatan itu semakin terlihat setelah gempa dahsyat berkekuatan 7,8 melanda Kahramanmaras dan 10 provinsi lainnya di Turki selatan pada pagi hari 6 Februari 2023.

Lebih dari 50 ribu orang meninggal dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal, berlindung di tenda dan akomodasi sementara. Organisasi Perburuhan Internasional memperkirakan sekitar 658 ribu orang kehilangan pekerjaan.

Adapun biaya material, sekitar 300 ribu bangunan rusak. Para penyintas harus diselamatkan, puing-puing harus dibersihkan dan bangunan yang hampir runtuh harus dirobohkan.

Tapi penghancuran terbaru ini terjadi di Istanbul, kota metropolis terbesar di Turki, jauh dari zona gempa. Kali ini bangunan tersebut tidak diruntuhkan sebagai bagian dari upaya pencarian dan penyelamatan, tetapi untuk mencegah kejadian mengerikan seperti itu di masa mendatang.

Bangunan itu hanya ditempati oleh Ozaydin dan keluarga besarnya, yang juga memiliki toko di lantai dasar. Keluarga tersebut berhasil memindahkan tok dan membangun rumah baru yang lebih kokoh di lokasi yang berbeda,

Kisah keluarga Ozaydin merupakan gambaran luar biasa di kota dengan ratusan ribu bangunan lain berisiko dan harga properti melonjak. Istanbul terletak di atas garis patahan utama, yang diperingatkan para ahli dapat pecah kapan saja.

Dalam upaya untuk mencegah kerusakan akibat gempa di masa mendatang, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berpacu dengan waktu untuk mengurangi rasa sakit akibat gempa Februari. Pihak berwenang mempersiapkan kota menghadapi potensi bencana di masa mendatang.

Tapi, bahkan kesiapsiagaan pun dapat menjadi korban persaingan politik. Pihak berwenang di kota Istanbul yang dikuasai oposisi dan pemerintah nasional Presiden Recep Tayyip Erdogan nyatanya tidak memiliki pandangan sama.

Pejabat kota Istanbul yang mengawasi pembongkaran Bugra Gokce mengatakan, perlu mengidentifikasi bangunan yang berisiko runtuh dan membentengi yang lain. "Semuanya untuk mengurangi potensi korban jiwa," ujarnya.

Sedangkan Erdogan selama kampanye pemilihan yang memanas tepat sebelum kembali berkuasa kembali berjanji untuk membangun 319 ribu rumah baru dalam setahun. Dia menghadiri banyak upacara peletakan batu pertama saat meyakinkan para pemilih bahwa hanya dia yang dapat membangun kembali kehidupan dan bisnis.

Gokce mengkritik dengan menilai memang mudah menjanjikan pembangunan rumah dan gedung. “Kami juga melakukan itu. Tapi jika Anda tidak mengurangi risiko bangunan yang ada di kota, itu tidak lebih dari perluasan kota," ujarnya.

Baik para ahli maupun kritikus Erdogan berpendapat bahwa skala besar kehancuran Februari disebabkan oleh lemahnya penegakan aturan bangunan oleh presiden. Pemerintah pusat mendorong ledakan konstruksi yang membantu mendorong pertumbuhan ekonomi

Ankara meluncurkan beberapa program yang bertujuan untuk memeriksa bangunan yang rusak baik di dalam maupun di luar 11 provinsi yang terkena gempa. Sementara itu, para korban telah ditawari bantuan keuangan dan kesempatan untuk bermukim kembali di proyek perumahan umum yang dibangun oleh Administrasi Pengembangan Perumahan Turki (TOKI).

Warga korban gempa tuntut tindakan lebih cepat....

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement