REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun menyarankan penanganan terhadap dugaan korupsi melibatkan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Korsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto, sebaiknya menggunakan proses hukum koneksitas.
"Menyikapi persoalan Kabasarnas ini, saya cenderung bagaimana menempatkan negara hukum terhadap hukum positif, harus konsisten, yaitu tata cara apabila seorang TNI melakukan kejahatan di ranah umum atau publik, diatur dengan cara koneksitas," kata Gayus, dalam siaran pers, Senin (7/8/2023).
Aturan koneksitas dalam penanganan perkara yang melibatkan militer di ranah sipil itu, kata Gayus, telah diatur Pasal 198 UU 31/1997 tentang peradilan militer, juga di UU KPK di pasal 42 UU KPK.
"Hal inilah disebut hukum acara dimana hukum formil yang mendukung hukum materiil, enggak bisa hukuman berjalan sendiri tanpa perhatikan hukum formil, ini adalah hukum formil yang mengatur apabila seorang anggota TNI melakukan perbuatan hukum di wilayah manapun," papar Gayus.
Jika aturan koneksitas dipakai dalam pengusutan kasus dugaan korupsi Basarnas, jelas Gayus, maka Menkumham, Panglima, KPK, dan Jaksa Agung akan berembuk untuk menentukan peradilannya. “Mereka yang merumuskan, mau pakai peradilan apa? lebih dominan perkara ini apa di militer, atau peradilan umum dan dimana. Semua diatur," papar Gayus.
Sistem koneksitas ini, jelas Gayus, merupakan bentuk antisipasi, karena dikhawatirkan kasus Basarnas ini bersinggungan dengan kerahasiaan militer. "Kenapa harus ada koneksitas? Jawaban saya adalah koneksitas adalah lembaga bertemunya peran hukum di ranah militer, apalagi ini (Henri) bintang 3, bintang tertinggi, karena dikhawatirkan ada kerahasiaan militer yang terkait, itu intinya,” papar mantan anggota Komisi DPR RI ini.
Gayus menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan mengatasi polemik kasus Basarnas ini. Kepala negara dapat memainkan perannya apabila ada polemik di masyarakat.
Presiden bukan mencampuri persoalan yudikatif, melainkan sebagai kepala negara punya kewajiban untuk menjaga suasana kondusif masyarakat. Demikian juga DPR harus bersikap untuk mengatasi persoalan ini.
"(Presiden Jokowi harus tegas) ya tegas, tegas menyatakan kalau mau menghendaki lain, 'mari kita buat UU saya akan tampil bersama DPR untuk mengolah apa revisi atau apa'. Jadi Presiden harus seperti itu, diatur lho untuk membuat, menghapus (undang-undang)," kata Gayus.