REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Mengurus dan memakamkan jenazah hukumnya fardhu kifayah. Karenanya saat ada seseorang yang meninggal dunia dianjurkan untuk segera mengurus dan menguburkan jenazahnya.
عن أبي هريرة عن النبي ﷺ قال : أسرعوا بالجنازة فإن تك صالحة فخير تقدمونها عليه ، وإن يك سوى ذلك فشر تضعونه عن رقابكم. أخرجه مسلم
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari nabi SAW, beliau bersabda: Bersegeralah (dalam membawa) jenazah. Karena apabila jenazah itu dari orang saleh, berarti kalian telah mempercepat kebaikan untuknya. Dan jika tidak, berarti kalian telah menyingkirkan kejelekan dari pundak kalian. (HR. Muslim).
Dalam kitab at Tadzkirah karya Imam Qurthubi dijelaskan bahwa Al Isra'u berarti menyegerakan membawa jenazah sesegera mungkin supaya keadaan jenazah tidak berubah. Imam Qurthubi menjelaskan bahwa yang paling baik adalah membawa jenazah dengan segera, yakni ukurannya tidak terlalu cepat karena dapat menyusahkan orang-orang yang membawa jenazah dan tidak juga terlalu pelan sebagaimana dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.
Namun demikian terkadang ada beberapa kasus yang membuat pemakaman jenazah ditanggung sementara. Misalnya saja karena keperluan otopsi, karena menanti kedatangan keluarga terdekat, dan lainnya. Lalu bolehkah menunda penguburan jenazah?
Syekh Muhammad Khatib al Syirbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj berpendapat bahwa tidak boleh bagi orang yang hidup menunda-nunda menguburkan jenazah dengan alasan agar banyak orang yang mensholatinya.
الصلاة (لزيادة مصلين) للخبر الصحيح أسرعوا (ولا تؤخر) بالجنازة ولا بأس بانتظار الولي عن قرب ما لم يخش تغير الميت
Artinya: Dan tidak tunda pelaksanaan sholat jenazah (karena alasan memperbanyak orang yang menshlatinya) berdasarkan hadits shahih: Bersegeralah kalian dengan urusan jenazah. Dan boleh menanti walinya sebentar selama tidak dikhawatirkan perubahan kondisinya.
Syekh Muhammad Khatib al Syirbini mengatakan bila sebelum pelaksanaan sholat jenazah telah ada beberapa orang yang hadir maka tidak perlu menunggu.
Namun demikian ia menjelaskan terdapat pendapat ulama yang berpendapat boleh menunggu hingga jumlah orang yang hadir untuk mensholati jenazah sebanyak 40 orang.
نَعَمْ قَالَ الزَّرْكَشِيُّ وَغَيْرُهُ إذَا كَانُوا دُونَ أَرْبَعِينَ فَيُنْتَظَرُ كَمَالُهُمْ عَنْ قُرْبٍ لِأَنَّ هَذَا الْعَدَدَ مَطْلُوبٌ فِيهَا وَفِي مُسْلِمٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ يُؤَخِّرُ الصَّلَاةَ لِلْأَرْبَعِينَ قِيلَ وَحِكْمَتُهُ أَنَّهُ لَمْ يَجْتَمِعْ أَرْبَعُونَ إلَّا كَانَ للهِ فِيهِمْ وَلِيٌّ وَحُكْمُ الْمِائَةِ كَالْأَرْبَعِينَ كَمَا يُؤْخَذُ مِنْ الْحَدِيثِ الْمُتَقَدِّمِ
Artinya : “Meskipun demikian, al-Zarkasi dan ulama selainnya berpendapat, bila mereka belum mencapai 40 orang, maka ditunggu sebentar agar mencapai jumlah tersebut. Sebab, jumlah jamaah 40 orang ini dianjurkan dalam menshalati jenazah. Dalam kitab Shahih Muslim, terdapat riwayat dari Ibn Abbas, bahwa sungguh beliau menunda shalat jenazah karena menanti jumlah jamaah 40 orang. Disebutkan hikmahnya adalah tiada berkumpul 40 orang jamaah melainkan salah seorangnya adalah wali Allah. Dan hukum 100 orang sama dengan 40 orang, seperti kesimpulan yang diambil dari hadits tadi,"
Syekh M Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj berpendapat bahwa pemakaman jenazah boleh ditunda sejenak untuk menunggu kehadiran wali jenazah.
وَلَا تُؤَخَّرُ) الصَّلَاةُ عَلَيْهِ أَيْ لَا يُنْدَبُ التَّأْخِيرُ (لِزِيَادَةِ الْمُصَلِّينَ) لِخَبَرِ “أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ” وَلَا بَأْسَ بِانْتِظَارِ الْوَلِيِّ إذَا رُجِيَ حُضُورُهُ عَنْ قُرْبٍ وَأَمِنَ مِنْ التَّغَيُّرِ
Artinya: (Tidak ditunda) shalat jenazah (untuk menambah jumlah jamaah [yang menshalatkannya]) berdasarkan hadits shahih ‘Segerakanlah jenazah’. Tetapi tidak masalah (menunda) dengan menunggu wali jenazah bila diharapkan hadir untuk sekian waktu dan kondisi fisik jenazah dipastikan aman dari perubahan.
Fatwa Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul pada 2010 juga berpendapat bolehnya mengakhirkan atau menunda penguburan jenazah sebab beberapa hal. LBM NU memfatwakan bahwa mengakhirkan penguburan jenazah pada dasarnya tidak diperbolehkan kecuali untuk mensucikan jenazah berpenyakit menular yang menurut dokter harus ditangani secara khusus, untuk dilakukan otopsi dalam rangka penegakan hukum dan untuk menunggu kedatangan wali jenazah dan atau menunggu terpenuhinya empat puluh orang yang akan menshalati dengan syarat diberitahukan segera selama tidak dikhawatirkan ada perubahan pada jenazah.
Adapun mengakhirkan penguburan jenazah untuk keperluan studi hanya boleh dilakukan pada jenazah kafir harbi, orang murtad dan zindik. Sementara membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi dibolehkan dalam kondisi darurat atau hajat.
Adapun batas mengakhirkan penguburan jenazah adalah sampai khaufut taghayur (jenazah berubah) atau sampai selesainya kebutuhan di atas.
Wallahu'alam