Senin 14 Aug 2023 08:37 WIB

Israel Kritisi Perjanjian Pertukaran Tahanan AS-Iran

Israel sangat menentang perjanjian tahun 2015 tentang program nuklir Teheran.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Amerika Serikat dan Iran (ilustrasi). Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengkritik perjanjian AS-Iran.
Amerika Serikat dan Iran (ilustrasi). Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengkritik perjanjian AS-Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengkritik perjanjian AS-Iran untuk melepaskan aset Iran sekitar 6 miliar dolar AS yang dibekukan di Bank Sentral Korea Selatan. Langkah ini sebagai imbalan atas pertukaran tahanan.

"Posisi Israel jelas mengenai perjanjian yang tidak akan membongkar infrastruktur nuklir Iran, tidak akan menghentikan kegiatan nuklirnya, tetapi sebaliknya tidak akan menyediakan dana untuk elemen teror yang disponsori oleh Teheran," kata Netanyahu dalam pernyataan tertulis yang dikeluarkan kantornya, dilaporkan Middle East Monitor, Ahad (13/8/2023). 

Baca Juga

Netanyahu lebih lanjut menambahkan,  Israel menganggap program nuklir Iran dan kelompok yang berafiliasi dengannya di kawasan itu sebagai ancaman keamanan nasional nomor satu. Israel mendukung keputusan  Presiden AS Donald Trump yang menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018.

Israel sangat menentang perjanjian tahun 2015 tentang program nuklir Teheran. Israel mengadvokasi intervensi militer sebagai pencegah terhadap program nuklir Iran.

Israel mengatakan, pertukaran tahanan AS-Iran dikatakan sebagai bagian dari kesepakatan lebih besar yang membahas program nuklir. Para pejabat Israel mengatakan, kesepakatan pertukaran tahanan antara AS dan Iran adalah bagian dari serangkaian kesepahaman yang lebih besar antara Teheran dan Washington, yang telah bekerja menuju pengaturan informal yang akan membatasi program nuklir Iran.

Dua pejabat senior pertahanan Israel mengatakan kepada The New York Times, kesepakatan tahanan berasal dari kesepakatan yang dibuat antara AS dan Iran selama pembicaraan tidak langsung di Oman. Perjanjian pertukaran tahanan juga dapat memfasilitasi diplomasi lebih lanjut antara kedua negara, karena pemerintahan Presiden Joe Biden berupaya mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.

Iran dan AS tampaknya mematuhi perjanjian informal yang dibuat di Oman. Dalam perjanjian itu, Iran membatasi pengembangan lebih lanjut program nuklirnya dan mencegah proksinya di Irak dan Suriah menyerang pasukan AS.

Seorang pejabat militer AS mengatakan kepada New York Times, milisi yang didukung Iran di Suriah dan Irak telah mengurangi aktivitas melawan pasukan AS. Sementara seorang pejabat Israel mengatakan, Rusia sedang mencari lebih banyak bantuan militer dari Iran.

 Dalam kesepakatan pertukaran tahanan, Iran memindahkan lima orang Iran-Amerika dari penjara ke tahanan rumah, dengan imbalan pencairan dana Iran yang dibekukan di Korea Selatan.

Misi PBB Iran mengatakan, dana itu akan ditransfer ke Qatar sebelum dikirim ke Iran. Iran juga mengupayakan pembebasan tahanan Iran yang ditahan di AS. 

Pejabat Amerika menolak mengomentari siapa atau berapa banyak tahanan Iran yang mungkin dibebaskan dalam kesepakatan akhir.  The New York Times melaporkan bahwa lima orang Iran yang dipenjara di AS akan dibebaskan.

 

“Sebagai bagian dari perjanjian kerja sama kemanusiaan yang dimediasi oleh pemerintah pihak ketiga, Iran dan AS telah sepakat untuk secara timbal balik membebaskan dan mengampuni lima tahanan.  Pemindahan tahanan ini keluar dari penjara menandai langkah awal yang signifikan dalam pelaksanaan perjanjian ini,” kata misi PBB Iran dalam sebuah pernyataan.

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan, kesepakatan tahanan tidak akan mengarah pada keringanan sanksi lebih lanjut untuk Iran. “Kami akan terus menegakkan semua sanksi kami. Kami akan terus melawan dengan tegas kegiatan destabilisasi Iran di kawasan dan sekitarnya. Tidak satu pun dari upaya ini menghilangkan itu," ujar Blinken. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement