Kamis 17 Aug 2023 10:11 WIB

Oppenheimer Terlibat dalam Pengembangan Program Nuklir Israel

Oppenheimer adalah seorang pendukung Israel.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Fisikawan teoretis Amerika dan bapak bom atom, J. Robert Oppenheimer memiliki keterlibatan dalam mengembangkan kemampuan nuklir Israel.
Foto: VOA
Fisikawan teoretis Amerika dan bapak bom atom, J. Robert Oppenheimer memiliki keterlibatan dalam mengembangkan kemampuan nuklir Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fisikawan teoretis Amerika dan bapak bom atom, J. Robert Oppenheimer memiliki keterlibatan dalam mengembangkan kemampuan nuklir Israel. Oppenheimer adalah seorang Yahudi, dan dia diduga tidak tertarik pada politik Zionisme.

 

Baca Juga

Kendati demikian, Oppenheimer adalah seorang pendukung Israel. Dilaporkan The New Arab, dokumen yang tidak diklasifikasikan dalam arsip negara Israel menunjukkan bahwa, Oppenheimer mungkin berperan dalam mengembangkan program nuklir Israel.

 

"Israel membutuhkan keunggulan militer kualitatif untuk mengimbangi keunggulan kuantitatif Arab, yang diduga hanya akan digunakan untuk 'bertahan' dalam situasi darurat. Sebuah bom Israel, mereka percaya, mungkin memaksa orang Arab untuk menerima keberadaan Israel dan berusaha berdamai dengannya," ujar dokumen itu.

 

Pada 1947, Oppenheimer bertemu dengan pemimpin Zionis kelahiran Rusia dan presiden pertama Israel, Haim Weizman untuk membahas kapasitas nuklir Israel.  Lima tahun kemudian, Oppenheimer dan seorang rekannya di Proyek Manhattan, Edward Teller bertemu dengan Perdana Menteri Israel saat itu David Ben-Gurion untuk mengeksplorasi skenario terbaik mengelola cadangan plutonium Israel.

 

Ben-Gurion mengagumi dan memuji Oppenheimer. Sementara Oppenheimer dilaporkan menekankan kepada Ben-Gurion bahwa Israel perlu mengembangkan kemampuan nuklir untuk melawan ancaman yang ditimbulkan oleh hubungan Mesir-Rusia.

Para pemimpin Israel melihat bahwa negara mereka yang baru terbentuk secara eksistensial terancam oleh negara tetangga Arab. Ditambah dengan keyakinan lain, yang berasal dari Holocaust bahwa, tidak seorang pun kecuali Israel yang akan menyelamatkan orang Yahudi.

 

Israel membutuhkan keunggulan militer kualitatif untuk mengimbangi keunggulan kuantitatif Arab, yang diduga hanya akan digunakan untuk bertahan dalam situasi darurat. Mereka percaya, sebuah bom Israel mungkin dapat memaksa orang Arab untuk menerima keberadaan Israel dan berusaha berdamai dengan negara baru itu.

 

Israel mencapai kesepakatan rahasia dengan Prancis pada 1957 untuk membantu memasang fasilitas berbasis plutonium di Dimona, Negev. Saat ini diperkirakan Tel Aviv memiliki persediaan sekitar 90 hulu ledak nuklir. Namun Israel tidak pernah mengkonfirmasi atau menyangkal kepemilikan senjata nuklirnya.

 

Logika moralistik untuk program Israel tersebut menjelaskan pandangan arus utama Barat saat ini yang menganggap nuklir Israel dapat dipertahankan secara moral dan historis, dengan cara yang tidak dimiliki oleh program Iran atau Pakistan atau program lainnya di wilayah tersebut. Logika tersebut telah lama memastikan Israel memiliki monopoli nuklir, serta memberinya perlindungan politik dan diplomatik untuk menargetkan setiap upaya nuklir regional, seperti yang terjadi terhadap Irak pada 1981 dan Suriah pada 2006.

 

Suatu regional biasanya memiliki beberapa negara bersenjata nuklir yang berdekatan atau tidak sama sekali. Namun Israel adalah anomali sejarah karena menjadi satu-satunya kekuatan nuklir di wilayah terdekat yang bebas senjata nuklir. Kepemilikan hulu ledak nuklir Israel telah meningkatkan pertaruhan persenjataan nuklir regional.

 

"Dengan satu atau lain cara, peran Oppenheimer dalam mengembangkan program (nuklir) Israel membantu memicu reaksi berantai nuklir di Timur Tengah," ujar laporan The New Arab.

 

Bom Iran bukan masalah kecil bagi Tel Aviv.  Namun, ironisnya, persediaan nuklir Israel mungkin merupakan penggerak utama di balik program Iran.  Dalam arti yang sama, sebuah bom Iran akan mendorong Arab Saudi untuk memperoleh kemampuan nuklir.

 

Sulit untuk berspekulasi apa pendapat Oppenheimer tentang postur nuklir Israel hari ini, atau apakah keputusan Perdana Menteri Israel Golda Meir menyiapkan 13 bom atom yang digunakan melawan Mesir selama Perang Yom Kippur 1973 akan dapat dipahami secara moral. Namun dengan satu atau lain cara, peran Oppenheimer dalam mengembangkan program nuklir Israel membantu memicu reaksi berantai nuklir di Timur Tengah. Oppenheimer secara efektif meningkatkan proliferasi nuklir yang dia klaim telah ditakuti dan dikampanyekan setelah Perang Dunia Kedua.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement