REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI — Sebagai tuan rumah G20 tahun ini, India berupaya menjembatani perbedaan antarnegara anggota terkait perang di Ukraina. Tak satu pun dari beberapa pertemuan yang diadakan di negara tersebut berhasil menghasilkan komunike, sehingga memicu pertanyaan apakah pertemuan para pemimpin bulan depan akan memecahkan kebuntuan.
Sebaliknya, India secara konsisten mengimbau kelompok yang terpecah untuk mencapai konsensus mengenai isu-isu yang tidak proporsional berdampak pada negara-negara berkembang, atau yang disebut Global South. Hal ini mencakup tingkat utang yang tidak berkelanjutan, inflasi dan ancaman perubahan iklim, bahkan jika perpecahan Timur-Barat yang lebih luas terkait Ukraina tidak dapat diselesaikan. Menurut para pengamat, bagian penting dari strategi tersebut adalah membawa Uni Afrika ke G20.
“Ketika India menjadi presiden G20 pada bulan Desember lalu, kami sangat sadar sebagian besar negara-negara Global South tidak akan ikut serta dalam pertemuan kami, ini sangat penting karena masalah yang paling mendesak adalah masalah yang mereka hadapi, dan India, yang merupakan bagian dari Global South, tidak bisa berdiam diri dan membiarkan hal itu terjadi,” kata kata Menteri Luar Negeri Subrahmanyam Jaishankar, Ahad (27/8/2023).
Ia mengatakan sejauh ini G20 mempertimbangkan peningkatan utang, pembangunan berkelanjutan, aksi iklim dan ketahanan pangan, serta isu-isu lain yang mempengaruhi negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah. “Mandat inti G20 adalah mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hal ini tidak akan tercapai jika permasalahan krusial di negara-negara Global South tidak diatasi,” tambah Jaishankar.
Konferensi tiga hari di New Delhi juga dihadiri para menteri dan pembuat kebijakan dari negara-negara G20 lainnya, termasuk Inggris dan saingan regional India, Cina.
Pada hari Jumat (25/8/2023), Wakil Menteri Perdagangan Cina Wang Shouwen mengatakan perdagangan antara kedua negara bertetangga, yang hubungannya menegang usai bentrokan di perbatasan pada tahun 2020, berkembang pesat. Dia menambahkan India dipersilakan bergabung dengan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional, blok perdagangan Asia yang berpusat di Cina yang dibentuk tahun lalu.
Menteri Perdagangan dan Industri India Piyush Goyal mengatakan bergabung dengan blok tersebut akan meningkatkan perdagangan antara kedua raksasa Asia tersebut, namun juga akan meningkatkan defisit perdagangan.
“Kami sepertinya tidak bisa memahami jenis harga, jenis biaya yang Anda keluarkan untuk memasok barang. Ini adalah masalah yang menurut saya ingin diketahui semua menteri. Bagaimana Anda bisa memasok barang dengan harga lebih murah daripada biaya bahan mentah?” katanya.
Defisit perdagangan India dengan Cina adalah yang tertinggi dibandingkan negara mana pun, dan mencapai 101,28 miliar dolar AS pada tahun 2022, menurut data resmi.