REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pawai atau karnaval yang menggunakan sound system di Kabupaten Malang nyatanya mendapatkan kritik dari masyarakat. Pasalnya, pawai tersebut acap menggunakan suara yang sangat kencang hingga menganggu pendengaran.
Warga Kabupaten Malang, Pipit Anggraeni mengatakan, pawai menggunakan sound system atau check sound mungkin menjadi salah satu bentuk euforia masyarakat menyambut HUT RI. Namun cara ini dianggap kurang elok karena musik yang dibunyikan terlalu keras dan dampaknya sudah terlihat.
"Banyak rumah kan di Kabupaten Malang yang rusak. Ada juga masyarakat yang mengeluh karena pesta sound itu dilaksanakan malam hari bahkan sampai dini hari," kata Pipit saat dikonfirmasi Republika, Kamis (7/9/2023).
Di sisi lain, Pipit tidak menampik keberadaan sound system memberikan efek pada perputaran ekonomi. Namun dia meyakini kegiatan itu tidak ada esensinya sama sekali dengan semangat kemerdekaan RI. Ia pernah mendengar pawai yang menggunakan sound system tetapi lagu yang dimainkan tidak ada nuansa kemerdekaan sama sekali.
Menurut dia, semangat kemerdekaan harus dibarengi dengan refleksi atas perjuangan bangsa merebut kemerdekaan. Pipit teringat betul bagaimana dia sangat semangat mengikuti kegiatan peringatan kemerdekaan RI saat masih kecil. Sebab, dia memiliki kesempatan belajar banyak tentang perjuangan pahlawan merebut kemerdekaan.
Pernak-pernik dan kreativitas juga terlihat saat festival kemerdekaan pada zaman dahulu. Dalam hal ini termasuk pengenalan budaya menggunakan kostum kebangsaan. Ada juga kelompok masyarakat yang berkreasi melakukan drama perang dan lain sebagainya.
Kreativitas itu yang berhasil mengenalkan anak bangsa akan semangat bangsa. Hal ini jelas berbeda dengan masa kini di mana perayaannya lebih banyak diiringi musik yang berisik. Itu artinya anak-anak generasi penerus pun secara tidak langsung dijejali dengan musik yang bukan usianya.
Pipit khawatir kebiasaan musik tersebut dapat menyebabkan anak-anak bangsa lupa dengan semangat perjuangan kemerdekaan. "Dulu pas karnaval banyak yang cosplay jadi Pangeran Diponegoro, Presiden Soekarno, dan lain-lain. Jadinya kan penasaran itu siapa dan mendorong anak-anak buat belajar," ungkapnya.