Senin 11 Sep 2023 08:05 WIB

Warga Maroko Tidur di Jalanan Selama Tiga Hari Berturut-turut

Kemendagri menyatakan 2.122 orang dipastikan tewas usai gempa mengguncang Maroko.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Petugas penyelamat melakukan operasi penyelamatan akibat gempa bumi dahsyat di Ouirgane, selatan Marrakesh, Maroko, (10/9/2023).
Foto: EPA-EFE/MOHAMED MESSARA
Petugas penyelamat melakukan operasi penyelamatan akibat gempa bumi dahsyat di Ouirgane, selatan Marrakesh, Maroko, (10/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, AMIZMIZ -- Orang-orang Maroko tidur di jalan-jalan Marrakesh selama tiga malam berturut-turut. Sementara itu, tentara dan tim bantuan internasional yang membawa logistik dengan truk dan helikopter mulai menyebar ke kota-kota pegunungan terpencil yang paling parah terkena dampak gempa bumi.

Bencana tersebut menewaskan lebih dari 2.100 orang dan diperkirakan akan terus meningkat.  PBB memperkirakan 300.000 orang terkena dampak gempa berkekuatan 6,8 skala Richter yang terjadi pada Jumat (8/9/2023) malam.

Baca Juga

Di tengah tawaran dari beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Perancis, para pejabat Maroko mengatakan, mereka hanya menerima bantuan internasional dari empat negara yaitu Spanyol, Qatar, Inggris, dan Uni Emirat Arab. “Pihak berwenang Maroko telah secara hati-hati menilai kebutuhan di lapangan, mengingat kurangnya koordinasi dalam kasus-kasus seperti itu akan menjadi kontraproduktif,” kata Kementerian Dalam Negeri dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, beberapa tim pencarian dan penyelamatan asing tiba pada Ahad (10/9/2023) ketika gempa susulan mengguncang Maroko. Tim bantuan lain yang siap dikerahkan menunggu pemerintah meminta bantuan secara resmi

“Kami tahu ada urgensi besar untuk menyelamatkan orang-orang dan menggali di bawah sisa-sisa bangunan. Ada banyak orang yang sekarat di bawah reruntuhan, dan kami tidak dapat melakukan apa pun untuk menyelamatkan mereka," kata Arnaud Fraisse, pendiri Rescuers Without Borders, yang timnya terjebak di Paris menunggu lampu hijau.

Bantuan lambat tiba di Amizmiz yang terkena dampak gempa cukup parah. Sebagian besar rumah yang terbuat dari batu bata oranye dan merah di lereng gunung tampak hancur lebur. Sementara  menara masjid telah runtuh.

“Ini adalah bencana. Kami tidak tahu bagaimana masa depan.  Bantuannya masih belum mencukupi," ujar seorang warga desa, Salah Ancheu (28 tahun).

Warga menyapu puing-puing dari jalan utama menuju kota dan masyarakat bersorak ketika truk penuh tentara tiba. Namun, mereka memohon bantuan lebih lanjut.

“Tidak ada ambulans, tidak ada polisi, setidaknya untuk saat ini,” kata Ancheu.

Mereka yang kehilangan tempat tinggal atau takut akan terjadi gempa susulan, memilih tidur di luar rumah. Mereka tidur di jalan-jalan Kota kuno Marrakesh atau di bawah kanopi darurat di kota-kota Pegunungan Atlas yang terkena dampak paling parah seperti Moulay Brahim.

Kerusakan terparah terjadi di masyarakat pedesaan yang bergantung pada jalan tak beraspal, yang melintasi daerah pegunungan yang tertutup bebatuan.  Daerah tersebut kembali diguncang gempa susulan pada Ahad berkekuatan 3,9 skala Richter.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan, sebanyak 2.122 orang dipastikan tewas dan sedikitnya 2.421 lainnya luka-luka, serta 1.404 di antaranya kritis. Sebagian besar korban tewas atau sekitar 1.351 orang berada di distrik Al Haouz di Pegunungan Atlas.

Bendera diturunkan setengah tiang di seluruh Maroko, dan Raja Mohammed VI memerintahkan tiga hari berkabung nasional mulai Ahad.  Tentara memobilisasi tim pencarian dan penyelamatan. Sementara raja memerintahkan air, jatah makanan, dan tempat berlindung dikirimkan kepada mereka yang kehilangan rumah. Raja juga menyerukan masjid-masjid untuk mengadakan shalat jenazah bagi para korban, banyak di antara mereka yang dimakamkan pada Sabtu (9/9/2023) di tengah hiruk pikuk upaya penyelamatan.

Pusat gempa pada Jumat berada di dekat Kota Ighil di Provinsi Al Haouz, sekitar 70 kilometer (44 mil) selatan Marrakesh.  Wilayah ini terkenal dengan desa-desa dan lembah-lembah indah yang terletak di Pegunungan Tinggi Atlas.

Kehancuran melanda setiap kota di sepanjang jalan setapak yang curam dan berkelok-kelok di High Atlas.  Orang-orang menangisi rumah mereka yang hancur dan kerabat yang meninggal dunia tertimpa reruntuhan.

“Saya tertidur saat gempa terjadi.  Saya tidak dapat melarikan diri karena atapnya menimpa saya.  Saya terjebak.  Saya diselamatkan oleh tetangga saya yang membersihkan puing-puing dengan tangan kosong,” kata Fatna Bechar di Moulay Brahim.

“Sekarang, saya tinggal bersama mereka di rumah mereka karena rumah saya hancur total," ujar Bechar menambahkan.

Sementara itu, Wajah Khadija Fairouje sembab karena menangis. Dia kehilangan putri dan tiga cucunya yang berusia 4 hingga 11 tahun ketika rumah mereka runtuh saat mereka sedang tidur.

“Tidak ada yang tersisa.  Semuanya jatuh,” kata adik Khadija, Hafida Fairouje.

Yayasan Solidaritas Mohammed V mengoordinasikan bantuan untuk sekitar 15.000 keluarga di Provinsi Al Haouz, termasuk makanan, bantuan medis, perumahan darurat dan selimut. Tim penyelamat yang didukung oleh tentara dan polisi mencari rumah-rumah yang runtuh di Kota terpencil Adassil, dekat pusat gempa.  Kendaraan militer membawa buldoser dan peralatan lainnya untuk membersihkan jalan. Sementara  ambulans membawa puluhan orang yang terluka dari Desa Tikht, yang berpenduduk 800 orang, ke Rumah Sakit Universitas Mohammed VI di Marrakesh.

Di Marrakesh banyak bangunan yang hancur. Wisatawan dan warga antri untuk mendonorkan darah.

“Saya bahkan tidak memikirkannya dua kali, terutama dalam kondisi di mana orang-orang sekarat, terutama pada saat mereka membutuhkan pertolongan, bantuan apa pun," ujar kata Jalila Guerina kepada The Associated Press.

Gempa berkekuatan 6,8 skala Richter terjadi pada Jumat pukul 23:11 waktu setempat dan berlangsung beberapa detik. Gempa susulan berkekuatan 4,9 terjadi 19 menit kemudian.  Tabrakan lempeng tektonik Afrika dan Eurasia terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal, sehingga gempa menjadi lebih berbahaya.

Berdasarkan catatan USGS tahun 1900, gempa tersebut merupakan gempa bumi terkuat yang melanda Maroko dalam lebih dari 120 tahun. Namun gempa tersebut bukanlah yang paling mematikan.  Pada 1960, gempa berkekuatan 5,8 skala Richter melanda dekat Kota Agadir, menewaskan sedikitnya 12.000 orang.  Gempa tersebut mendorong Maroko untuk mengubah peraturan pembangunan, namun banyak bangunan, terutama rumah di pedesaan, tidak dibangun untuk tahan terhadap guncangan gempa.

Pada 2004, gempa berkekuatan 6,4 skala Richter terjadi di dekat kota pesisir Mediterania Al Hoceima. Gempa menyebabkan lebih dari 600 orang tewas.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement