Rabu 13 Sep 2023 17:43 WIB

Stop Konsumsi Daging dan Susu Disebut Bisa Kurangi Pemanasan Global Secara Signifikan

Mengganti daging dan susu dengan produk nabati dinilai kurangi pemanasan global.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Daging (ilustrasi). Studi terbaru menemukan bahwa mengganti daging dan susu dengan produk nabati dapat secara signifikan mengurangi pemanasan global dalam waktu kurang dari 30 tahun.
Foto: Mgrol101
Daging (ilustrasi). Studi terbaru menemukan bahwa mengganti daging dan susu dengan produk nabati dapat secara signifikan mengurangi pemanasan global dalam waktu kurang dari 30 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi terbaru menemukan bahwa mengganti daging dan susu dengan produk nabati dapat secara signifikan mengurangi pemanasan global dalam waktu kurang dari 30 tahun. Menurut para ahli, jika manusia mengganti setengah dari semua produk daging dan susu dengan alternatif nabati pada 2050, emisi gas rumah kaca global dari pertanian dapat turun hampir 31 persen.

Selain manfaat-manfaat tersebut, menghijaukan kembali area yang sebelumnya digunakan untuk produksi ternak dapat melipatgandakan manfaat iklim dan mengurangi setengah dari proyeksi penurunan integritas ekosistem pada 2050. Informasi ini berasal dari sebuah studi yang diterbitkan di Nature Communications.

Baca Juga

Salah satu peneliti sekaligus profesor di University of Vermont (UVM), Eva Wollenberg, menekankan bahwa inisiatif seperti “Senin tanpa daging” tidak cukup untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan.

"Daging nabati bukan hanya produk makanan baru, tetapi juga peluang penting untuk mencapai tujuan ketahanan pangan dan iklim, serta mencapai tujuan kesehatan dan keanekaragaman hayati di seluruh dunia. Namun, transisi semacam itu sangat menantang dan membutuhkan berbagai inovasi teknologi dan intervensi kebijakan," kata Wollenberg seperti dilansir Study Finds, Rabu (13/9/2023).

Menurut proyeksi peneliti, pendekatan ini akan mengurangi tekanan yang meningkat dari sistem pangan terhadap lingkungan. Mereka memproyeksikan bahwa dibandingkan dengan tahun 2020, ruang pertanian global akan menyusut 12 persen, dan degradasi hutan akan bisa diatasi. Terkait input pertanian, nitrogen yang ditambahkan ke lahan pertanian juga bisa mencapai hampir setengah dari prediksi saat ini, dan penggunaan air bisa berkurang hingga 10 persen.

Penelitian ini juga merancang resep nabati daging sapi, babi, ayam, dan susu, untuk memastikan kandungan nutrisinya sebanding dengan produk hewani. Meskipun temuan ini mendukung alternatif daging nabati, para peneliti mengakui pentingnya ternak bagi pendapatan dan pola makan petani kecil di negara-negara berkembang. Karena perubahan iklim mengancam mata pencaharian para peternak ini, maka kebijakan dan tindakan manajemen yang cepat dan tepat sangat penting untuk memfasilitasi transisi yang adil dan berkelanjutan dalam sistem pangan.

Dampak regional dapat bervariasi karena populasi, perbedaan pola makan, kesenjangan produktivitas pertanian, dan partisipasi dalam perdagangan pertanian global. Dampak yang paling signifikan dapat diamati di Cina untuk penggunaan input pertanian, dan di Afrika Sub-Sahara dan Amerika Selatan untuk hasil lingkungan.

Prof Wollenberg menyimpulkan bahwa sektor pangan, yang bertanggung jawab atas sekitar sepertiga emisi gas rumah kaca global, telah mengalami tantangan dalam melakukan dekarbonisasi. Dengan mempertimbangkan manfaat substansial yang diperoleh dari penggantian daging dengan alternatif nabati, penelitian ini menawarkan wawasan yang krusial bagi konsumen, produsen, dan pembuat kebijakan.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement