Jumat 22 Sep 2023 11:53 WIB

Kegiatan Operasional ICC Belum Pulih Setelah Jadi Target Peretasan

ICC menjadi target peretasan pada Selasa (19/9/2023) lalu.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
International Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional)
Foto: hrw.org
International Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional)

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Kegiatan operasional Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada Kamis (21/9/2023), masih belum pulih setelah menjadi target peretasan awal pekan ini. Aktivitas surel, penyiaran (streaming), dan berbagi dokumen di ICC masih mengalami gangguan.

Menurut dua orang sumber, pada Kamis, ICC terputus dari sebagian besar sistem yang dapat mengakses internet. Dengan demikian, para staf tidak dapat membaca surel dan dokumen tidak dapat dilihat atau diakses secara daring.

Baca Juga

Pada Kamis, persidangan mengenai penyerangan terhadap warga sipil Muslim di Republik Afrika Tengah dilanjutkan. Namun, staf ICC mengungkapkan, siaran langsung persidangan tersebut terhenti dan tidak ada suara di galeri. “Sebagai tim pembela, kami memiliki akses terbatas ke sistem pengadilan,” kata pengacara Geert-Jan Knoops, yang mewakili salah satu tersangka, kepada Reuters, seraya meminta kejelasan apakah peretasan tersebut memberikan akses yang tidak semestinya terhadap dokumen.

Dokumen ICC bisa berkisar dari bukti kriminal hingga nama saksi yang dilindungi. Para terdakwa dalam persidangan pada Kamis, yakni Patrice-Edouard Ngaissona dan Alfred Yekatom, telah mengaku tidak bersalah. Mylene Dimitri, pembela Yekatom, mengatakan kepada Reuters bahwa dia bertukar informasi melalui USB flash drive dan binder. Informasi disampaikan secara pribadi dari kantor ke kantor. Dimitri mengungkapkan, hanya saksi langsung yang didengarkan. Kesaksian melalui tautan video dari saksi lain ditunda.

ICC menjadi target peretasan pada Selasa (19/9/2023) lalu. Namun ICC tidak memberikan informasi mendetail mengenai efek atau dampak akibat peretasan tersebut.

Pada 17 Maret 2023, ICC mengumumkan bahwa mereka telah menerbitkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia dituduh melakukan kejahatan perang karena diduga terlibat dalam penculikan anak-anak di Ukraina. “(Putin) diduga bertanggung jawab atas kejahatan perang berupa deportasi penduduk (anak-anak) yang tidak sah dan pemindahan penduduk (anak-anak) yang tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Federasi Rusia,” kata ICC dalam sebuah pernyataan.

ICC juga menerbitkan surat penangkapan untuk Komisaris Hak Anak di Kantor Kepresidenan Rusia Alekseyevna Lvova-Belova. Dia dituduh melakukan kejahatan serupa seperti Putin. ICC mengatakan bahwa majelis pra-sidangnya menemukan ada alasan logis untuk percaya bahwa setiap tersangka memikul tanggung jawab atas kejahatan perang berupa deportasi penduduk dan pemindahan penduduk yang tidak sah dari wilayah pendudukan Ukraina ke Federasi Rusia, dengan prasangka anak-anak Ukraina.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement