REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Presiden Recep Tayyip Erdoğan dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengutuk meningkatnya tren Islamofobia, pembakaran Al quran baru-baru ini dan wacana populis yang memicu ujaran kebencian.
Dilansir di Daily Sabah dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan setelah pertemuan para pemimpin di New York di sela-sela Sidang Umum PBB ke-78, para pemimpin juga menyatakan keprihatinan atas munculnya bentuk rasisme baru yang ditandai dengan xenofobia, profiling negatif, dan stereotip terhadap umat Islam.
Keduanya mengecam dengan kerasnya insiden baru-baru ini berupa pembakaran salinan Al quran yang terjadi di beberapa negara Eropa dengan kedok kebebasan berekspresi serta wacana populis yang memicu pelecehan, ujaran kebencian, dan agresi terhadap Islam dan Muslim.
Presiden Erdogan dan Ibrahim juga menyatakan keprihatinan mendalam mengenai tren meningkatnya kebencian, intoleransi, diskriminasi dan tindakan kekerasan terhadap umat Islam dan kesucian mereka yang telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan di banyak belahan dunia, terutama di Eropa.
Para pemimpin tersebut mengatakan bahwa mereka menyambut baik diadopsinya Resolusi Majelis Umum 76/254 yang menyatakan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia, serta perdebatan mendesak selama sesi ke-53 Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Mereka membahas peningkatan yang mengkhawatirkan dalam jumlah yang direncanakan dan tindakan kebencian terhadap agama di depan umum.
Seperti yang terjadi dengan penodaan berulang terhadap Al quran dan diadopsinya resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang mendefinisikan pembakaran kitab suci sebagai kebencian terhadap agama.
Para pemimpin menyambut baik Resolusi Majelis Umum 77/318 tentang Mempromosikan Dialog Antaragama dan Antarbudaya serta Toleransi dalam Melawan Perkataan Kebencian yang diadopsi pada tanggal 25 Juli.
Menurut pernyataan tersebut, Erdogan dan Ibrahim juga menggarisbawahi bahwa tindakan kebencian terhadap agama, rasisme, diskriminasi, dan xenofobia merupakan ancaman terhadap perdamaian dan memicu budaya kekerasan. Para pemimpin lebih lanjut meminta semua pemangku kepentingan terkait, termasuk pemerintah, untuk meningkatkan upaya mengatasi diskriminasi, xenofobia, rasisme, dan ujaran kebencian sejalan dengan hak asasi manusia internasional.
Sejak awal tahun ini, gencarnya pembakaran Al quran di Swedia, Denmark dan Belanda, dengan dalih kebebasan berpendapat telah memicu protes luas di negara-negara muslim, termasuk serangan terhadap misi diplomatik. Pemerintah Denmark dan Swedia mengutuk pembakaran tersebut dan sedang mempertimbangkan undang-undang baru yang dapat menghentikan pembakaran tersebut.
Namun kritikus dalam negeri mengatakan keputusan seperti itu akan melemahkan kebebasan berpendapat.
Umat muslim memandang Al qur'an sebagai firman Tuhan yang sebenarnya dan penodaan terhadap kitab suci merupakan tindakan yang sangat ofensif, sehingga menimbulkan protes di dunia muslim.