Selasa 26 Sep 2023 13:39 WIB

Setelah Tiga Dekade, Etnis Armenia Kembali Melarikan Diri

Banyak penduduk etnis Armenia mengungsi karena ketakutan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Warga etnis Armenia dari Nagorno-Karabakh tiba di pusat pendaftaran Kementerian Luar Negeri Armenia, dekat kota perbatasan Kornidzor, Armenia, (25/9/2023).
Foto: EPA-EFE/NAREK ALEKSANYAN
Warga etnis Armenia dari Nagorno-Karabakh tiba di pusat pendaftaran Kementerian Luar Negeri Armenia, dekat kota perbatasan Kornidzor, Armenia, (25/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Untuk kedua kali dalam hidupnya, Samvel Alaverdyan melarikan diri dari Azerbaijan. Lahir dari keluarga etnis Armenia di ibu kota Baku, Alaverdyan pertama kali meninggalkan negaranya saat masih anak-anak pada 1989, ketika kekerasan terjadi antara suku Azeri dan Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri.

Kini Alaverdyan kembali melarikan diri dari Karabakh, tempat Azerbaijan melancarkan serangan kilat pekan lalu untuk mengakhiri tiga dekade kemerdekaan de facto bagi 120 ribu etnis Armenia yang tinggal di sana.  Banyak penduduk kini mengungsi karena ketakutan. Penduduk  mengumpulkan barang-barang mereka di dalam kantong plastik dan menaiki mobil serta bus yang menghalangi satu-satunya jalan dari Karabakh ke Armenia.

Baca Juga

“Ini mimpi buruk,” kata Alaverdyan, sambil duduk bersama istrinya Monika, putranya Hayk yang berusia 21 tahun, dan mertuanya di luar sebuah teater di kota perbatasan Goris di Armenia yang menjadi tempat pemrosesan utama bagi para pengungsi.

Alaverdyan yang merupakan mantan polisi berusia 45 tahun itu, mengaku bekerja sebagai warga sipil di pangkalan militer Armenia Karabakh. Dia salah satu orang Armenia pertama yang melarikan diri dari ibu kota Karabakh, Stepanakert, atau yang disebut Khankendi oleh suku Azeri.

Pada 1989, Alaverdyan dan keluarganya melarikan diri ke ibu kota Armenia, Yerevan, dari Baku, yang saat itu merupakan kota multinasional Soviet dengan minoritas Armenia yang besar, setelah pogrom anti-Armenia di kota terdekat Sumgait. Tetangga suku Azeri mengantar keluarga tersebut ke perbatasan untuk melindungi mereka.

“Mereka orang-orang baik,” kata Alaverdyan.

Para tetangga juga mengirimkan harta benda mereka, dan Alaverdyan serta keluarganya pindah ke Karabakh.  Kali ini, Alaverdyan kehilangan segalanya.

Di Stepanakert, keluarga Alaverdyan tinggal di sebuah rumah pribadi dengan empat kamar.  Hal ini membantu mereka bertahan dari kekurangan pangan cukup parah yang melanda Karabakh selama sembilan bulan blokade Azerbaijan, yang dimulai Desember lalu.

“Saya pergi ke Stepanakert, saya tinggal di sana, menikah, mulai membangun rumah. Sekarang saya menjadi pengungsi lagi,” kata Alaverdyan.

“Yang kami bawa hanyalah mantel,” ujar istri Alaverdyan, Monika, yang merupakan seorang akuntan, sambil duduk di trotoar di samping kantong selimut yang dibagikan oleh para relawan.

Keluarga tersebut meninggalkan Stepanakert pada Ahad (24/9/2023) dengan menggunakan kendaraan Nissan. Mereka melarikan diri setelah mendengar bahwa ada rombongan yang meninggalkan kota. Kini mereka berencana pindah ke Kota Charentsavan, dekat Yerevan. Mereka mempunyai kerabat di kota itu.

Melewati penjaga perbatasan Azerbaijan saat keluar adalah sebuah risiko. Alaverdyan memiliki pengalaman militer sebelumnya dengan pasukan Karabakh. Sementara putranya, Hayk bertugas di tentara Armenia Karabakh hingga minggu lalu.

"Kami mengambil pertaruhan besar," kata Alaverdyan.

Warga Armenia menyalahkan Rusia...

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement