REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era digital yang semakin pesat, kebutuhan akan layanan telekomunikasi serta koneksi internet yang berkualitas menjadi esensial dalam menunjang aktivitas sehari-hari. Konvergensi layanan telekomunikasi atau Fixed Mobile Convergence (FMC) tengah menjadi tren di kalangan operator seluler.
Penerapan dua layanan dalam satu genggaman ini sudah direncanakan sejak 2005 di Indonesia. Teknologi ini merupakan penggabungan ekosistem antara layanan fixed broadband (internet rumahan) dan mobile broadband (internet dari ponsel pintar). Di mata Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi, pada dasarnya tren telekomunikasi adalah transformasi yang arahnya efisiensi, sehingga operator seluler bisa fokus memberikan layanan yang semakin baik ke masyarakat.
Ia menjelaskan, saat ini penetrasi layanan mobile mulai turun, sementara pasar fixed boradband masih berpeluang tumbuh. Pasar rumah tangga Indonesia sekitar 45 juta, sementara layanan fixed braodband baru menjangkau 10 juta subscribers sehingga masih bisa bertumbuh hingga 20 juta subscribers dalam beberapa waktu mendatang.
Kemudian, penyatuan layanan fixed dan mobile broadband jangan sampai double cost network, yang mana saat ini sejumlah operator telekomunikasi mengembangkan layanan 5G untuk mobile. Sebagai catatan, pasar global FMC diperkirakan naik cukup besar pada 2023-2028 terutama di Eropa, Asia Pasifik, dan Amerika Utara. Dari kenaikan tersebut, sayangnya, banyak negara sekadar menyatukan fixed dan mobile broadband hanya karena faktor kompetisi. Selain itu, pada banyak negara lain, pemain telkonya justru banyak bermain di sisi harga, dalam hal ini diskon.
Heru melihat langkah awal penyatuan agar operator seluler dapat dua pendapatan dari mobile dan fixed. Dari sisi konsumen, yang fixed, tarif berlangganan ini harus memberikan manfaat. "Pastinya, kalau harga lebih mahal, ya orang enggak mau," tegas Heru.
Sementara Dosen Perbanas Institute Piter Abdullah, konvergensi layanan fixed dan mobile broadband harus dilakukan secara bertahap, karena jika dilakukan sekaligus maka biayanya besar. Ia sepakat jika konvergensi layanan telko tidak dapat ditolak dan meyakini kalau FMC tidak akan membebani konsumen, terutama dari sisi harga.
Sejumlah inisiasi FMC sudah dilakukan operator telekomunikasi seperti XL Axiata, Smartfren, hingga Telkom Group. "Intinya mereka enggak mau melakukan sesuatu yang merugikan konsumen dan akhirnya pindah," ungkap Piter. Jika diibaratkan, layanan internet kini sudah menjadi detak jantung kehidupan sehingga harus berjalan lancar tanpa gangguan apapun.
Berdasarkan laporan Speedtest Global Index 2023, rata-rata kecepatan fixed dan mobile broadband di Indonesia masing-masing hanya sebesar 25,59 Mbps dan 21,35 Mbps. Dengan kecepatan tersebut, Indonesia tercatat menempati posisi ke-120 dari 180 negara untuk kecepatan fixed broadband dan posisi ke-101 dari 140 negara untuk kecepatan internet seluler.
Laporan Google, Temasek, Bain & Company di 2022 menyebutkan penetrasi digital baru mencapai 78 persen. Indonesia telah memimpin ekonomi digital untuk regional Asia Tenggara dengan nilai Gross Merchandise Value (GMV) atau nilai penjualan bruto mencapai 77 miliar dolar AS (Rp 1.198,3 triliun).
Apabila komitmen pemerataan infrastruktur digital digalakkan oleh berbagai pihak, tidak hanya pemerintah tapi juga pihak terkait seperti penyedia jasa internet, maka Indonesia bisa mencapai proyeksi ekonomi digital 2045 mencapai Rp 22.513 triliun.
Terkait penerapan FMC di Indonesia nampaknya Telkomsel, sebagai bagian dari Telkom Group, menjadi yang lebih siap dibanding operator lainnya. Hingga akhir Juni 2023, IndiHome yang kala itu masih dikelola Telkom sudah melayani 9,5 juta pelanggan atau tumbuh 7,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (YoY), dengan ARPU (rata-rata pendapatan per pengguna) yang relatif stabil.
Pada 1 Juli, IndiHome resmi pindah ke Telkomsel, sehingga kekuatan seluler yang sebelumnya telah melekat, kini dilengkapi dengan amunisi berharga berupa fixed broadband IndiHome yang juga telah mendominasi pasar fixed broadband (internet rumah). Hal ini merupakan tonggak penting bagi implementasi inisiatif FMC Telkom Group, sekaligus modal berharga untuk memberikan kualitas layanan konektivitas yang prima bagi masyarakat Indonesia.
Di semester 1-2023, kinerja positif Telkomsel didominasi oleh digital business yang terus menguat sebesar 7,4 persen YoY menjadi Rp 37,7 triliun dengan kontribusi 85,6 persen dari total pendapatan yang pada tahun sebelumnya hanya 80,5 persen. Digital business telah menjadi amunisi Telkomsel sehingga berhasil membukukan pendapatan Rp 44 triliun.