REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan penangkapan dan penetapan tersangka dalam lanjutan kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, dari informasi sementara dari tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menangkap seorang pengacara bernama Edward Hutahaean.
“Benar. Yang ditangkap nama tersebut (Edward Huahaean),” kata Ketut Sumedana kepada Republika, di Kejagung, Jakarta, Jumat (13/10/2023) malam.
Ketut belum dapat menjelaskan peran Edward Hutahaean dalam kasus BTS 4G BAKTI tersebut. Karena dikatakan dia, proses pemeriksaan setelah dilakukan penangkapan saat ini, Edward Hutahaean masih dalam pemeriksaan intensif di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung.
“Statusnya akan diumumkan malam ini juga,” begitu kata Ketut.
Nama asli Edward Hutahaean adalah Naek Parulian Washington Huatahaean (NPWH). Nama tersebut berkal-kali diperiksa oleh tim penyidikan di Jampidsus terkait penerimaan uang hasil korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo.
Nama Edward Hutahaean juga ada dalam daftar 11 nama penerima uang tutup kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kemenkominfo. Selain dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa Irwan Hermawan (IH), dan BAP tersangka Windy Purnama (WP), nama Edward Hutahaean juga terungkap dipersidangan ada menerima Rp 15 miliar.
Uang tersebut menurut pengakuan terdakwa Irwan di persidangan diberikan agar Edward membantu para pihak terlibat kasus BTS 4G BAKTI tak tersandung hukum di penyidikan Jampidsus. Irwan mengatakan, pemberian uang untuk Edward Huatahaen itu atas perintah Dirut BAKTI Anang Achmad Latif yang juga sebagai terdakwa.
Pengakuan tersangka Windy saat bersaksi di persidangan, juga menguatkan tentang peran dirinya sebagai suruhan Irwan, dan Anang untuk memberikan uang tersebut kepada Edward Hutahaean. Selain Edward Hutahaean, dalam BAP terdakwa Irwan, dan tersangka Windy, juga ada 10 nama lainnya yang turut menerima uang tutup kasus korupsi BTS 4G BAKTI.
Jumlah total yang digelontorkan mencapai Rp 243 miliar. Nama-nama lainnya, termasuk Nistra Yohan, staf ahli anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menerima Rp 70 miliar, dan Sadikin yang disebut sebagai pejabat di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menerima Rp 40 miliar.
Ada juga nama Dito Aritedjo yang disebut menerima Rp 27 miliar. Namun Dito Ariotedjo sudah bersaksi di persidangan dan membantah penerimaan uang untuk tutup kasus tersebut. Dan nama-nama lainnya, yang sampai hari ini masih dalam penyidikan di Jampidsus.
Kasus korupsi proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo terkait dengan kerugian negara setotal Rp 8,03 triliun. Dalam kasus ini, tim penyidikan di Jampidsus sudah menyorongkan enam tersangka menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) di Jakarta Pusat (Jakspus).
Diantaranya, terdakwa eks Menkominfo Johnny Gerard Plate (JGP), dan eks Dirut BAKTI Kemenkominfo Anang Achmad Latif (AAL), serta Tenaga Ahli HUDEV-UI Yohan Suryanto (YS). Tiga terdakwa lainnya adalah Direktur PT MORA Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak (GMS), dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan (IH), serta Akuntan PT Huwaei Tech Investmen Mukti Ali (MA).
Dalam penyidikan lanjutan, masih menyisakan dua tersangka lainnya yang akan segera disorongkan ke pengadilan. Yakni Direktur Media Berdikari Sejahtera Windy Purnama (WP), dan Dirut PT Basis Utama Prima (BUP) Muhammad Yusrizki Muliawan (MY alias YUS). Pekan lalu, penyidik Jampidsus kembali menetapkan tersangka dari jajaran pejabat di Kemenkominfo dan pengusaha swasta.
Para tersangka baru tersebut, yakni Dirut PT Sansaine Exindo Jemmy Setjiawan (JS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BAKTI Kemenkominfo Alvano Hatorangan, serta Kepala Divisi Lastmile/Backhaul BAKTI Kemenkominfo Muhammad Feriandi Mirza (MFM). Terakhir yang juga ditangkap dan ditetapkan tersangka adalah Staf Menkominfo Walbertus Natalius Wisang (WNW) alias Bertho. Dari seluruh penyidikan kasus ini, sudah menjerat total 13 orang sebagai pelaku tindak pidana korupsi.