REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan pengacara berinisial NPWH alias EH sebagai tersangka ke-13 dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jumat (13/10/2023). Tersangka NPWH alias EH adalah Naek Parulian Washington Huatahaean alias Edward Hutahaean.
NPWH alias EH ditetapkan sebagai tersangka atas perannya selaku pihak yang melakukan permufakatan dan persekongkolan jahat untuk menutup kasus pengungkapan korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Kerugian kasus itu mencapai Rp 8,03 triliun.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi menerangkan, dari hasil pemeriksaan terhadap Edward, penyidik menemukan bukti berupa penerimaan uang satu juta dolar AS untuk menutup kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo tersebut. Menurut dia, Edward terus berusaha melakukan perlawanan hukum.
"Edward melakukan permufakatan jahat, menyuap, atau gratifikasi, atau menerima, menguasai, memanfaatkan, menggunakan harta kekayaan berupa uang sebesar Rp 15 miliar, yang diketahuinya merupakan uang hasil tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur Paket-1 sampai dengan Paket-5 BTS 4G Baktik Kementerian Komunikasi dan Informatika," kata Kuntadi di Gedung Pidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat malam WIB.
Kuntadi mengungkapkan, uang haram yang diterima oleh Edward atas pemberian terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) dan terdakwa Irwan Hermawan (IH) melalui inisial IC. Atas perbuatannya tersebut, penyidik menjerat Edward dengan Pasal 15 juncto Pasal 5 ayat (1), atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) 31/1999-20/2001, atau Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor.
"Dan untuk kepentingan penyidik, tersangka NPWH alias EH kami lakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung," kata Kuntadi.
Penetapan tersangka Edward merupakan hasil pengembangan dan turunan kasus dari penyidikan pokok perkara korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Nama Edward diduga sebagai 'makelar kasus'.
Dalam kasus korupsi BTS 4G Baktik, atas profesinya sebagai seorang pengacara, terungkap dalam persidangan terdakwa Irwan Hermawan dan Galumbang Menak Simanjuntak, menerima uang Rp 15 miliar untuk biaya menutup proses penyidikan korupsi yang sedang ditangani oleh Jampidsus Kejagung.
Klaster tutup kasus dalam penyidikan korupsi BTS 4G Bakti, terungkap ada 11 nama penerima aliran uang setotal Rp 243 miliar. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Irwan Hermawan dan tersangka Windy Purnama saat keduanya hadir sebagai saksi di persidangan, Edward memang menerima uang.
Selain itu, ada nama Nistra Yohan selaku staf ahli anggota Komisi 1 DPR yang menerima Rp 70 miliar. Muncul pula nama Sadikin yang disebut sebagai pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menerima aliran Rp 40 miliar.
Ada juga nama Wilbertus Natalius Wisang (WNW) alias Si Bertho yang menerima Rp 4 milia dan Windu Aji Sutanto senilai Rp 75 miliar. Adapun Wilbertus Wisang alias Bertho sudah ditetapkan tersangka.
Pun Windu Aji sudah ditetapkan tersangka, namun dalam perkara yang berbeda terkait korupsi pertambangan nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Selain itu juga ada nama Dito Ariotedjo, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) disebut-sebut turut menerima Rp 27 miliar.
Namun Dito Ariotedjo dua kali dalam pernyataan resmi membantah ada menerima uang untuk biaya tutup kasus tersebut. Saat dihadirkan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (11/10/2023), politikus muda Partai Golkar itu membantah dan mengaku tak kenal dengan Irwan Hermawan.
Dito hanya mengaku kenal dengan Galumbang Menak Simanjuntak. Kasus korupsi proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo terkait dengan kerugian negara Rp 8,03 triliun.
Dalam kasus itu, tim Jampidsus sudah menyorongkan enam tersangka menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikot Jakpus. Di antaranya, terdakwa eks Menkominfo Johnny Gerard Plate (JGP), eks Dirut Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif (AAL), serta Tenaga Ahli HUDEV-UI Yohan Suryanto (YS).
Tiga terdakwa lainnya adalah Direktur PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak (GMS),Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan (IH), serta Akuntan PT Huwaei Tech Investmen Mukti Ali (MA).