Selasa 24 Jun 2025 14:32 WIB

Kejagung Belum Umumkan Angka Final Kerugian Negara Korupsi Minyak Mentah

Angka kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun belum final.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
Foto: Antara/Fransiskus Salu Weking
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) belum juga mengumumkan resmi besaran pasti angka kerugian negara terkait korupsi minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding. Padahal berkas perkara sembilan tersangka terkait kasus tersebut sudah dilimpahkan jaksa penuntut umum (JPU) ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta.

Pun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah merampungkan dan menyerahkan hasil penghitungan kerugian negara kasus tersebut ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, belum ada informasi dari tim penyidik tentang hasil audit kerugian negara yang diserahkan oleh BPK.

Baca Juga

"Belum terinformasi. Karena dari penyidik yang beru terinformasi bahwa baru tahap II. Nanti kita akan lihat perkembangannya," ujar Harli di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (24/6/2025).

Tahap II merupakan proses hukum acara pidana menyangkut soal pelimpahan berkas perkara, dan tanggung jawab tersangka, serta barang-barang bukti dari penyidik ke JPU. Tahap II kasus korupsi minyak mentah Pertamina sudah dilakukan pada Senin (23/6/2025).

Sembilan tersangka dan berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke JPU. Mereka di antaranya Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga. Lalu tersangka Edward Corne (EC) selaku Vice President Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, dan tersangka Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

Selanjutnya tersangka M Kerry Andrianto Riza (MKAR) alias Kerry selaku pengelola PT Tangki Merak, yang juga merupakan benefit official dari PT Navigator Khatulistiwa sekaligus pemilik dari PT Orbit Terminal Merak. Kemudian, tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku pengelola PT Tangki Merak, dan Komisaris PT Navigator Khatulistiwa serta Direktur Utama (Dirut) PT Orbit Terminal Merak.

Tersangka Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris di PT Navigator Khatulistiwa. Tersangka Agus Purwono (AP) selaku Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina International. Lainnya tersangka Sani Dinar Saifuddin (SDS) sebagai Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International, dan tersangka Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Internasional Shipping.

Mengacu hukum acara, setelah pelimpahan tersebut, JPU akan menyusun dakwaan. Dan selanjutnya melimpahkan perkara sembilan tersangka itu ke PN Tipikor untuk diadili. Dengan dilakukan Tahap II, artinya tim penyidikan sudah merampungkan seluruh berkas perkara.

Dalam penanganan kasus korupsi, perampungan berkas perkara penyidikan tersebut, diharuskan sudah menebalkan angka pasti kerugian negara hasil penghitungan auditor negara. Dalam kasus itu, Jampidsus meminta BPK yang melakukan penghitungan kerugian negara sebagai acuan dalam dakwaan di persidangan.

Berikutnya, BPK dikabarkan sudah menyerahkan hasil penghitungan kerugian negara itu ke Jampidsus pada Kamis 19 Juni 2025 lalu. Dari informasi yang diterima Republika, dikabarkan besaran kurugian negara terkait kasus itu lebih rendah dari estimasi penyidikan awal di Jampidsus.

Semula, penyidik Jampidsus menakar besaran kerugian negara dari korupsi minyak mentah Pertamina subholding tersebut mencapai Rp 193,7 triliun sepanjang 2018-2023. Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar pada Februari 2025, memerinci kerugian negara hasil penghitungan tim penyidikan. Besarnya mencapai Rp 193,7 triliun.

Qohar menerangkan, angka tersebut berdasarkan estimasi kerugian negara dari ragam dampak perbuatan permufakatan dan persekongkolan jahat para tersangka. Pun tindak pidana pokok korupsi yang dilakukan para tersangka.

Mulai dari permufakatan jahat untuk menolak pembelian minyak mentah dan produk kilang dari hasil eksplorasi Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Sampai pada pesekongkolan jahat para tersangka dalam mengatur dan menentukan broker-broker pemenang tender dalam pengadaan impor minyak mentah serta produk kilang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement