Rabu 25 Oct 2023 19:42 WIB

Pakar UI Dorong Industri Baja Gunakan Teknologi Ramah Lingkungan dan Kesehatan

Penggunaan tungku induksi dinilai kurang ramah bagi kesehatan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Industri baja - ilustrasi. Penggunaan tungku induksi dinilai kurang ramah bagi kesehatan
Industri baja - ilustrasi. Penggunaan tungku induksi dinilai kurang ramah bagi kesehatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Pakar kesehatan lingkungan Universitas Indonesia (UI) Prof Budi Haryanto mendorong industri baja di Indonesia beralih menggunakan tungku yang lebih ramah lingkungan. 

Prof Budi mengkhawatirkan induction furnace (tungku induksi) yang diperkirakan masih digunakan beberapa industri baja bakal memperburuk kualitas udara.  

Baca Juga

Prof Budi mengingatkan dampak panjang penggunaan induction furnace bagi kesehatan masyarakat.  

"Jika proses produksi menghasilkan polutan PM (Particulate Matter) 2,5, maka efek jangka panjangnya bisa memunculkan penyakit-penyakit yang menyerang berbagai organ, seperti paru-paru, jantung, sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan otak dan sebagainya. Bahkan juga sistem peredaran darah dan sistem reproduksi," kata Budi dalam keterangannya pada Rabu (25/10/2023).  

Dalam catatan Prof Budi, penggunaan induction furnace atau tungku induksi sudah dilarang di berbagai negara, termasuk China.

Bahkan terakhir, Pemerintah Kota San Simon di Filipina melarang penggunaan tungku induksi setelah adanya laporan penyakit pernafasan di desa-desa di dekat industri baja. "Makanya, industri baja di Tanah Air pun harus lebih ramah lingkungan," ujar Budi.  

Budi menjelaskan PM 2,5 adalah partikel udara berukuran lebih kecil atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer). Menurut Budi, PM 2,5 berisi berbagai material, senyawa kimia atau berbagai gas, tergantung pada sumbernya. 

"Termasuk juga metal. Meski kalau sudah menjadi polusi udara tidak bisa spesifik karena bercampur dengan udara," ujar Budi. 

Budi menyebut dalam jangka panjang, PM 2,5 memang punya dampak buruk. Ini termasuk kemungkinan mutasi DNA, gangguan janin, jantung, dan bahkan kematian dini.  

"Semua sangat memungkinkan. Karena di dalam tubuh, material di dalam polusi udara akan menyebar sesuai target organnya. Misalnya, kalau merusak sistem syaraf pusat, kaitannya dengan kecerdasan dan semua yang berhubungan dengan otak, termasuk stroke. Terhadap organ lain juga begitu. Bisa menyebabkan kanker paru-paru, gangguan reproduksi, dan sebagainya," ujar Budi.  

Bahkan dampak kesehatan juga terjadi dalam jangka pendek. Apalagi mengingat induction furnace tidak bisa menyedot asap dan debu.   

"Asap dan debu berukuran lebih besar dan reaksinya bisa langsung terhadap mata dan kulit, menyebabkan gangguan saluran pernapasan. Efeknya langsung, jangka pendek, seperti kita menghirup asap dari kebakaran hutan," ujar Budi. 

Baca juga: Daftar Produk-Produk Israel yang Diserukan untuk Diboikot, Cek Listnya Berikut Ini

Oleh karena itu, Budi menilai industri baja mesti beralih ke tungku yang lebih ramah lingkungan seperti electric arc furnace. 

Terlebih, pekan lalu Kementerian Perindustrian melakukan penyempurnaan langkah-langkah strategis untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE). Kemenperin ingin sektor industri bisa mencapai NZE lebih cepat 10 tahun, yakni pada 2050.  

"Makanya harus dibarengi dengan tindakan terhadap industri, termasuk industri baja agar lebih ramah lingkungan. Perlu ketegasan, karena dampaknya besar sekali, termasuk pada kesehatan manusia," ujar Budi," ujar Budi. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement