REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran, Ebrahim Raisi pada Ahad (29/10/2023) mengatakan, pengeboman Israel yang sedang berlangsung di Gaza sudah kelewat batas. Iran memperingatkan, hal ini dapat memaksa semua pihak untuk bertindak.
“Kejahatan rezim Zionis telah melewati garis merah, dan ini mungkin memaksa semua orang untuk mengambil tindakan,” kata Raisi, dilaporkan Al Arabiya.
Israel telah menggempur wilayah Gaza sejak kelompok perlawanan Palestina, Hamas menyerbu perbatasan pada 7 Oktober 2023. Sebanyak lebih dari 8.000 orang telah terbunuh dalam serangan Israel di Gaza, dan setengah dari mereka adalah anak-anak. Sementara Israel mengklaim 1.400 orang tewas akibat infiltrasi mengejutkan Hamas.
Raisi mengatakan, Amerika Serikat meminta kelompok perlawanan untuk menahan diri. Namun Washington justru memberikan dukungan luas kepada Israel.
“Washington meminta kami untuk tidak melakukan apa pun, namun mereka tetap memberikan dukungan luas kepada Israel,” ujar Raisi.
“AS mengirim pesan ke Poros Perlawanan tetapi menerima tanggapan yang jelas di medan perang,” kata Raisi menggunakan istilah yang sering digunakan oleh para pejabat Iran untuk merujuk pada jaringan kelompok militan regional yang didukung oleh Teheran.
Jaringan ini mencakup organisasi-organisasi seperti kelompok perlawanan Palestina Hamas, Hizbullah di Lebanon, serta berbagai milisi di Irak dan Suriah, dan milisi Houthi di Yaman. Sejauh ini telah terjadi serangkaian serangan terhadap pasukan AS di Irak dan Suriah serta meningkatnya baku tembak antara pasukan Hizbullah dan Israel di perbatasan Lebanon sejak perang di Gaza dimulai.
Iran, yang secara finansial dan militer mendukung Hamas, memuji serangan mengejutkan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023. Iran menyebut infiltrasi Hamas itu sukses besar.
Kendati mendukung Hamas, Iran menegaskan bahwa mereka tidak terlibat dalam serangan pada 7 Oktober 2023 tersebut. Dalam infiltrasi itu, Hamas menyandera sekitar 230 orang sebagai jaminan untuk ditukar dengan pembebasan tahanan Palestina di Israel.