REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshiddiqie mengungkapkan sudah menjadwalkan untuk memeriksa panitera MK. Mereka juga akan diperiksa terkait kasus dugaan pelanggaran etik hakim MK.
MKMK menjadwalkan memeriksa panitera pada Jumat (3/11/2023). Di hari yang sama, Majelis Kehormatan MK bakal memeriksa Ketua MK Anwar Usman dan hakim MK Arief Hidayat untuk kedua kalinya.
"Kita akan panggil sekali lagi pak Anwar Usman. Kemungkinan pak Arief juga kita panggil. Kemudian panitera juga kita panggil khusus," kata Jimly kepada wartawan, Rabu (1/11/2023).
Jimly menjelaskan MKMK perlu memeriksa panitera karena kasusnya terkait kerja panitera. Sebab kasus yang diadukan menyangkut prosedur administrasi persidangan.
"Ada kaitannya dengan tugas panitera juga, ada beberapa isu yang terkait dengan mereka juga soal prosedur administrasi, misal prosedur persidangan. Kita mau panggil. Kita juga sudah lihat CCTV nya," ujar Jimly.
Jimly menyinggung masalah kualitas administrasi dalam lembaga-lembaga hukum, termasuk MK. Padahal Jimly meyakini administrasi turut menentukan kesuksesan suatu lembaga.
"Administrasi bukan hanya urusan tata usaha, ya kan? surat menyurat, bukan. Tapi the administration dari suatu institusi itu menentukan 50 persen keberhasilan mencapai tujuan. Jadi kalau administrasinya buruk, maka 50 persen tujuan organisasi, tujuan institusi, tujuan lembaga itu sudah gagal," ucap Jimly.
Jimly juga merasa urusan administrasi inilah yang justru mendapat perhatian belakangan. "Inilah yang paling sering diabaikan oleh sarjana hukum. Karena di fakultas hukum kita ini belajarnya pasal-pasal, tidak belajar mengenai manajemen, tidak belajar mengenai modern governance. Maka ini salah satu contoh," ujar Jimly.
Diketahui, MK akhirnya menyatakan pembentukkan MKMK guna merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukkan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih.
Deretan pelaporan terhadap MK merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.