REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) segera membahas putusan perkara dugaan pelanggaran etik hakim MK. MKMK menjadwalkan pengucapan putusan sebelum batas akhir perubahan paslon peserta Pilpres pada 8 November 2023.
MKMK telah mendengar aduan dari para pemohon sekaligus para hakim MK. MKMK berencana menuntaskan proses pemeriksaan pada pekan ini.
"Mulai Senin (MKMK berunding). Senin, ya hari minggu kali ya saya sudah pulang. Senin. Tapi draf putusan sudah ada, cuma belum yang rincinya," kata Jimly kepada wartawan, Kamis (2/11/2023).
Jimly menyatakan debat sengit akan terjadi di MKMK menyangkut hasil akhir perkara tersebut. Apalagi MKMK diburu tenggat waktu untuk mencapai putusan yang kian mepet. "Ya alot lah kan 24 jam itu. Pasti alot," ujar mantan ketua MK pertama itu.
Hanya saja, Jimly meyakini perdebatan di MKMK tak sealot para hakim di MK. Dari segi jumlah saja anggota MKMK hanya sepertiga dari total hakim MK.
"Cuma bertiga. Kalau sembilan kan, sembilan sarjana hukum kan begitu berkumpul banyak pendapatnya. Kalau cuma bertiga gini bisa lah. Apalagi udah tua-tua. Kalau masih muda itu suka berdebat kesana kemari," ujar Jimly.
Selain itu, Jimly ogah membocorkan sekilas gambaran putusan yang sudah dimiliki MKMK. Jimly mengimbau publik menanti dengan sabar hasil kerja MKMK. "Ya makanya itu didengar saja pas dibacain putusannya," ujar Jimly.
Jimly enggan berandai-andai mengenai hasil akhir dari kerja MKMK. "Saya kan bukan pengamat saya ketua MKMK, jangan ngomong dulu," ujar Jimly.
Diketahui, MK akhirnya menyatakan pembentukan MKMK guna merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukkan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih.
Deretan pelaporan terhadap MK merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.