Ahad 05 Nov 2023 15:04 WIB

Didesak Serukan Gencatan Senjata di Gaza, Menlu AS Antony Blinken Berkeras Menolak

Blinken bertemu menteri luar negeri negara-negara Arab dan perwakilan Palestina.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Didi Purwadi
Warga Palestina mencari mayat dan korban selamat di antara puing-puing bangunan tempat tinggal menyusul serangan udara Israel di kamp pengungsi Khan Younis di Jalur Gaza selatan, Palestina, 4 November
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Warga Palestina mencari mayat dan korban selamat di antara puing-puing bangunan tempat tinggal menyusul serangan udara Israel di kamp pengungsi Khan Younis di Jalur Gaza selatan, Palestina, 4 November

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Para pemimpin Arab mendesak gencatan senjata segera dalam serangan brutal militer Israel di Jalur Gaza pada Sabtu (4/11/2023). Mereka menekan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, untuk meyakinkan Israel, hanya saja permintaan tersebut ditolak.

''Gencatan senjata sekarang hanya akan membuat Hamas tetap bertahan, mampu berkumpul kembali dan mengulangi apa yang dilakukannya pada 7 Oktober,” kata Blinken.

“Tidak ada negara, tidak ada di antara kita yang mau menerima hal itu. Jadi, penting untuk menegaskan kembali hak dan kewajiban Israel untuk membela diri,'' ujarnya dikutip dari AlArabiyah.

Dalam perselisihan publik yang jarang terjadi pada konferensi pers di Amman, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi dan menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry yang berdiri di samping Blinken berulang kali mendorong penghentian permusuhan. Keduanya dengan tegas menyatakan, kematian ribuan warga sipil tidak dapat dibenarkan sebagai pembelaan diri.

''Tanggung jawab komunitas internasional adalah mengupayakan penghentian permusuhan, bukan mendorong berlanjutnya kekerasan,” kata Shoukry pada konferensi pers yang sama.

Blinken  bertemu dengan menteri luar negeri Saudi, Qatar, Emirat, Mesir, dan Yordania serta perwakilan Palestina di Amman. Kementerian Luar Negeri Yordania mengatakan pertemuan itu akan menekankan sikap Arab yang menyerukan gencatan senjata segera, memberikan bantuan kemanusiaan, dan cara-cara untuk mengakhiri kemunduran berbahaya yang mengancam keamanan kawasan.

“Saya pikir kita perlu meluruskan prioritas kita. Saat ini kita harus memastikan perang ini berhenti,” kata Safadi.

Blinken melakukan perjalanan keduanya ke wilayah tersebut sejak Israel dan Hamas berperang pada 7 Oktober. Pejuang Hamas menyerbu Israel dari Gaza sebagai bentuk perlawanan terhadap penindasan negeri zionis tersebut. Israel mengeklaim serangan 'Badai Al Aqsha' menewaskan 1.400 warga Israel dan lebih dari 240 lainnya disandera.

Pejabat kesehatan di Gaza yang dipimpin Hamas mengatakan, lebih dari 9.250 warga Palestina telah terbunuh dalam serangan Israel sejak saat itu. Tentara Israel telah menyerang Gaza dari udara, melakukan pengepungan dan melancarkan serangan darat.

Tindakan balasan Israel yang brutal dan tidak seimbang ini menimbulkan kekhawatiran global terhadap kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut. Terlebih lagi saat ini makanan langka dan layanan medis terhenti.

Kematian warga sipil di Gaza telah meningkatkan seruan internasional untuk gencatan senjata. Namun AS, seperti Israel, sejauh ini mengabaikannya.

Washington hanya membujuk Israel untuk menerima jeda sementara. Tindakan ini pun  ditolak oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sehari sebelum pertemuan Blinken dengan para pemimpin Timur Tengah.

AS telah berbicara dengan Israel, negara-negara Arab, dan organisasi internasional mengenai masa depan Gaza. Namun Shoukry dan Safadi tampaknya enggan membahas secara terbuka pembicaraan terbaru untuk memastikan fokus tetap pada perlunya gencatan senjata.

“Apa yang terjadi selanjutnya, bagaimana kita bisa membayangkan apa yang akan terjadi di Gaza ketika kita tidak tahu Gaza seperti apa yang akan tersisa, setelah perang ini," kata Safadi.

Negara-negara Arab juga khawatir dengan risiko konflik yang menyebar ke wilayah tersebut. Milisi Hizbullah Lebanon dan milisi Syiah Irak yang didukung oleh Iran telah melancarkan serangan terhadap Israel sejak 7 Oktober. Sementara milisi Syiah Irak yang didukung Iran telah menembaki pasukan AS di Irak dan Suriah.

Perdana Menteri sementara Lebanon Najib Mikati menekankan perlunya gencatan senjata di Gaza dalam pertemuan dengan Blinken di Yordania. Mikati juga mengatakan, agresi Israel di Lebanon selatan harus dihentikan.

Israel diminta agar tidak menggunakan senjata yang dilarang secara internasional. Tindakan itu, menurut Mikati, terus menyebabkan lebih banyak korban jiwa dan menghancurkan wilayah dan kota-kota di selatan.

“Lebanon, yang berkomitmen terhadap legitimasi internasional dan penerapan Resolusi Internasional 1701, dan berkoordinasi dengan UNIFIL, menyerukan komunitas internasional untuk menekan Israel agar menghentikan perambahan dan pelanggaran harian terhadap tanah dan kedaulatannya di darat, laut dan udara," kata Mikati dikutip dari Anadolu Agency.

Sedangkan Juru bicara Houthi Mohamed Abdulsalam menyatakan, kelompok berbasis di Yaman memperingatkan tentang meluasnya konflik Israel-Palestina jika AS terus mendukung sekutunya dalam serangan gencarnya di Gaza.

“(Menteri Luar Negeri AS Antony) Blinken harus menyadari bahwa lingkaran konflik akan melebar, selama AS terus memberi Israel waktu untuk melanjutkan genosida di Gaza,” ujar Abdulsalam melalui saluran pro-Houthi Al-Masirah.

Kini AS meminta Israel untuk menyetujui jeda sementara dan spesifik lokasi dalam serangannya agar bantuan dapat didistribusikan di dalam Gaza. Namun Israel khawatir Hamas akan menggunakan jeda yang disepakati untuk berkumpul kembali dan memberikan pasokan.

Utusan khusus AS untuk masalah kemanusiaan Timur Tengah David Satterfield mengatakan, kekhawatiran Israel dapat dimengerti. Hanya saja, jaminan bahwa Israel tidak akan menargetkan tempat atau rute tertentu merupakan keharusan strategis untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement