REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon anggota legislatif (caleg) DPR Pemilu 2024 tak mencapai 30 persen di sejumlah daerah pemilihan (dapil). Meski pemenuhan kuota 30 persen itu bersifat wajib, KPU RI mengaku tak bisa menjatuhkan sanksi kepada partai politik yang melanggar.
Tak terpenuhinya kuota 30 persen perempuan itu tampak dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR yang ditetapkan KPU pekan lalu. Berdasarkan penelusuran acak yang dilakukan pegiat sekaligus dosen hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini ditemukan masih banyak daftar calon yang tak memenuhi kuota 30 persen.
Di Dapil Bengkulu yang memperebutkan empat kursi anggota DPR, misalnya. Ternyata Partai Golkar, PKB, Partai Hanura, Partai Demokrat, dan Partai Ummat mencalonkan satu perempuan dari empat calon yang diusung. Artinya, keterwakilan perempuan hanya 25 persen.
Di Dapil Aceh 1 yang memperebutkan tujuh kursi anggota DPR juga serupa. Tercatat hanya Partai Buruh, PKS, Partai Hanura, Partai Garuda, PAN, PSI, Perindo, dan PPP yang memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan. Adapun 10 partai politik lainnya tak memenuhi kuota 30 persen di dapil tersebut.
Titi menjelaskan, pemenuhan kuota 30 persen caleg perempuan di setiap dapil itu merupakan amanat Pasal 245 UU Pemilu. Ketentuan tersebut juga sudah dikukuhkan oleh putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa, "dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas".
Keterwakilan perempuan sebesar 30 persen itu, kata Titi, bukan secara rata-rata nasional, melainkan harus dipenuhi di setiap dapil. Ketentuan ini sudah diberlakukan sejak Pemilu 2014 dan 2019.
"Ketika itu kalau ada partai yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam daftar caleg (di suatu dapil), maka partai didiskualifikasi dari kepesertaan pemilu di dapil tersebut," kata Titi dalam keterangannya, Senin (6/11/2023).
Dia pun mengkritik keras KPU RI yang tetap memperbolehkan partai politik memperebutkan kursi anggota DPR di sebuah dapil meski gagal memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan. "Tentu ini sangat ironis. KPU justru menjadi aktor pelemahan keterwakilan perempuan politik pada Pemilu 2024," ujarnya.
Titi menegaskan, KPU tidak bisa berdalih bahwa tidak ada ketentuan sanksi bagi partai yang tidak mengusung 30 persen perempuan di suatu dapil. Sebab, pemenuhan kuota 30 persen itu adalah persyaratan wajib ketika pengajuan calon.
"Jika KPU tetap meloloskan, dapat dikatakan KPU telah membangkang terhadap perintah UU dan juga Putusan MA," kata pembina pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu.
Sementara itu, Komisioner KPU Idham Holik kembali menegaskan pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari bahwa secara akumulatif rata-rata nasional, keterwakilan perempuan sudah 37,13 persen. Ketika ditanya sanksi apa yang diberikan kepada partai politik yang tidak memenuhi kuota 30 persen di sejumlah dapil, Idham menyebut tidak ada hukuman yang bisa diberikan.
"Pasal 245 dan Pasal 246 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 beserta penjelasannya menjelaskan demikian (bahwa tidak ada konsekuensi bagi partai politik yang tidak memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan di suatu dapil)," kata Idham kepada wartawan, Senin.
Pada Jumat (3/11/2023) KPU RI menetapkan 9.917 orang masuk DCT Anggota DPR Pemilu 2024. Terdiri atas 6.241 caleg laki-laki dan 3.676 perempuan. Mereka secara keseluruhan diusung 18 partai politik untuk bertarung di 84 dapil.