Selasa 07 Nov 2023 10:01 WIB

Anti-Semit di Prancis Meledak Seusai Peristiwa 7 Oktober

Populasi Yahudi di Prancis diperkirakan sekitar 500 ribu orang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Antisemit (ilustrasi)
Foto: EPA/FILIP SINGER
Antisemit (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan negaranya mencatat 1.040 aksi anti-semit sejak serangan mendadak Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu. Peristiwa yang diikuti pengeboman Israel ke Gaza yang kini menewaskan 10 ribu orang Palestina.

"Jumat aksi anti-semit meledak," kata Darmanin dalam wawancara France 2 seperti dikutip Middle East Eye, Selasa (7/11/2023).

Baca Juga

Ia menambahkan 469 orang ditangkap atas pelanggaran termasuk 102 orang asing. Populasi Yahudi di Prancis diperkirakan sekitar 500 ribu orang, terbesar di Eropa dan merupakan ketiga di seluruh dunia setelah Israel dan Amerika Serikat (AS).

Penulis Prancis keturunan Yahudi, Rachel Khan memperingatkan lonjakan anti-semit di media sosial. "Prancis bertemu dengan sejarahnya, pertemuan mendesak dengan motonya, pertemuan penting dengan persaudaraan, pada faktnya ini momen kebenaran bagi Republik," katanya.

Sementara itu Perwakilan Dewan Institusi Yahudi Prancis Yonathan Arfi mengatakan intensitas anti-semit di Prancis ditingkatan "belum pernah terjadi sebelumnya."

Kepala kepolisian Paris Laurent Nunez mengatakan terjadi 257 aksi anti-semit di wilayah Paris dan polisi melakukan 90 penangkapan. Tidak ada tipe profil tertentu pada orang orang yang ditangkap. Ia mengatakan mulai dari "anak-anak yang mengatakan hal-hal yang sangat serius" sampai orang-orang terlibat pada gerakan pro-Palestina yang terlalu jauh.

Dalam studi terbaru tentang antisemitisme di Prancis oleh lembaga pemikir Fondapol, yang dilakukan pada tahun 2022, menemukan "prasangka antisemitisme masih ada di jantung masyarakat Prancis".

Ketika orang Prancis ditanya apakah mereka memiliki antipati terhadap orang Yahudi, hanya lima persen yang menjawab ya, sementara 21 persen mengaku memiliki antipati terhadap Muslim.

Jajak pendapat itu menemukan rasisme anti-Muslim empat kali lebih luas daripada rasisme terhadap Yahudi. Namun, studi yang sama menunjukkan pada kenyataannya, ada antisemitisme laten yang tertanam kuat di Prancis.

Gagasan bahwa "orang Yahudi lebih kaya daripada rata-rata orang Prancis" disetujui 30 persen responden Prancis. Ketika responden Prancis ditanya apakah orang Yahudi memiliki terlalu banyak kekuasaan di bidang keuangan atau media, lebih dari 30 persen menjawab ya.

Asumsi "orang Yahudi memiliki terlalu banyak kekuasaan di bidang ekonomi dan keuangan" dianut secara luas berbagai kelompok di seluruh spektrum politik Prancis.

Studi yang sama oleh Fondapol menemukan di antara umat Islam, gagasan Yahudi menguasai media mencapai sekitar 50 persen, atau di bidang ekonomi dan keuangan lebih dari 50 persen.

Menurut penelitian tersebut, banyak Muslim Prancis percaya orang Yahudi Prancis juga mendapat "perlakuan istimewa" yang mengakibatkan antisemitisme dianggap lebih serius daripada Islamofobia.

Majelis Prancis baru-baru ini mengusulkan  rancangan undang-undang yang akan melarang kritik terhadap Israel. RUU "sanksi anti-Zionisme" jika disahkan akan memiliki hukuman yang sangat kejam.

Siapapun yang mempertanyakan keberadaan Israel akan didenda sebesar 48.000 dolar dan dapat dipenjara selama satu tahun.

Menghina Israel dapat dikenai denda 80.000 ribu dolar AS dan dua tahun penjara, dan memprovokasi kebencian atau kekerasan terhadap negara Israel dapat dikenai hukuman lima tahun penjara dan 106.000 dolar AS.

RUU ini tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan penghinaan terhadap Israel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement