REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Surat kabar Israel Hayom mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mundur. Kepala departemen berita harian itu Uri Dagon mengatakan Netanyahu harus membawa kemenangan dalam konflik dengan Hamas lalu mundur.
Pernyataan ini menunjukkan perubahan sikap Hayom yang sebelumnya menjadi corong Netanyahu dan partai berkuasa Likud. Hayom mengatakan Netanyahu harus mundur untuk mencegah perselisihan sipil yang menjadi karakter kampanyenya mendorong reformasi peradilan yang ditolak sebagian besar rakyat Israel.
Hayom didirikan miliuner Amerika Serikat (AS) Sheldon Adelson pada tahun 2007. Sejak itu surat kabar tersebut mewakili suara Netanyahu dan Likud hingga dikenal sebagai "Bibiton," kombinasi nama panggil Netanyahu dan kata surat kabar dalam bahasa Ibrani.
Namun setelah Adelson wafat sikap surat kabar itu menjauh dari perdana menteri yang menghadapi beberapa dakwaan korupsi dan protes atas reformasi yudisialnya.
"Masa perang biasanya bukan waktu yang tempat untuk membuat keputusan (tapi) sesuatu terjadi dua hari lalu yang mematahkan punggung unta, sementara kita semua mengatasi kemarahan dan perselisihan (Netanyahu) terus terlibat dalam perdebatan dan perpecahan," tulis Dagon di Hayom seperti dikutip dari Haaretz, Selasa (8/11/2023).
Pada Ahad (5/11/20223) Netanyahu mengindikasi hubungan antara serangan Hamas dan gerakan pro-demokrasi yang memprotes reformasi yudisialnya beberapa bulan serangan tersebut. Hal ini ia sampaikan dalam cicitan yang menyalahkan lembaga pertahanan dan intelijen atas penilaian yang salah kepadanya sebelum tanggal 7 Oktober. Cicitan itu kini sudah dihapus.
"Seandainya itu hanya satu cicitan atau pernyataan yang membuka kembali luka, permintaan maaf sudah cukup, dan kami akan melanjutkan hidup," tulis Dagon.
"Tapi kemudian hal itu terus berlanjut: pernyataan kontroversial lainnya, tuduhan lainnya, klarifikasi lainnya, dan permintaan maaf lainnya, dan kita kembali ke titik awal. Alih-alih membuat semua orang bangkit dari keributan selama periode kritis ini, kita justru melihat kekacauan politik," tambah Dagon.
"Perdana Menteri Benjamin Netanyahu fokus pada perang, tidak diragukan lagi, tetapi Bibi Netanyahu fokus untuk menyelamatkan dirinya sendiri," tegasnya.
Dagon juga mengutuk "pertengkaran politik tanpa henti ketika perang berkecamuk" dan juga "para menteri kabinet yang melontarkan retorika yang menghasut hanya untuk kemudian ditegur lalu kemudian mengulanginya lagi seakan-akan tidak ada yang terjadi."
Pada akhir pekan lalu Netanyahu menegur Menteri Pertahanan Amichai Eliyahu karena menyatakan menjatuhkan senjata nuklir di Jalur Gaza adalah "sebuah pilihan." Perdana Menteri mengumumkan Eliyahu diskors dari pertemuan-pertemuan pemerintah hingga pemberitahuan lebih lanjut, meskipun tampaknya hal itu tidak diberlakukan.
"Kami akan memenangkan perang karena kami adalah orang-orang yang luar biasa; kami semua tahu kami tidak memiliki tempat lain untuk pergi, dan itulah sebabnya kami akan muncul sebagai pemenang. Kekhawatiran yang sebenarnya adalah apa yang terjadi setelah perang," tulis Dagon.
Ia menjelaskan menjadi "jelas Netanyahu tidak akan menyerah - tidak seperti para petinggi IDF, pejabat intelijen, dan hampir semua orang yang bertanggung jawab atas bencana 7 Oktober."
"Saya takut dengan prospek Israel yang memenangkan perang di Gaza hanya untuk kehilangan solidaritas kolektifnya sebagai sebuah bangsa; saya takut dengan kekacauan yang akan terjadi di sini yang akan membuat protes reformasi yudisial tidak ada apa-apanya," katanya.
Ia juga mengecam fakta tidak ada di lingkar dalam Netanyahu yang bersedia untuk mengatakan kepadanya ia "harus membawa Israel menuju kemenangan tetapi kemudian mundurlah; berhentilah melemparkan kesalahan ke sekelilingnya, ambillah tanggung jawab, dan terimalah semua itu ada di tangan Anda."
"Tapi itu tidak akan terjadi; semua tanda mengarah ke sana. Oleh karena itu, mungkin inilah saatnya untuk berpikir dengan lantang, bukan dengan berbisik: Benjamin Netanyahu harus pergi sesegera mungkin," tulis Dagon.